Wajib sertifikasi halal akan berlaku bertahap



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telahmenyelesaikan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Jaminan Produk Halal. RPP itu merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Jaminan Produk Halal Nomor 33 tahun 2014.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dalam rancangan akhir RPP Jaminan Produk Halal, pemerintah memutuskan untuk tidak menjalankan kewajiban sertifikasi halal secara serempak, namun bertahap.

Pelaksanaan wajib sertifikasi halal dilakukan bertahap dengan pertimbangan, banyaknya jumlah produk yang beredar di Indonesia. Oleh karena itu, menurut Lukman, pemerintah perlu membuat skala prioritas agar kewajiban tersebut bisa dilaksanakan dengan baik.


Memang kewajiban ini amanah UU, tapi karena produk yang beredar di Indonesia banyak, perlu ada pentahapan. Ini tadi sudah didapat persepsi sama dalam melaksanakan kewajiban itu, katanya, awal pekan ini .

Sayang, Lukman tidak menjelaskan secara rinci mekanisme pentahapan dan prioritas produk yang akan diwajibkan melaksanakan UU tersebut. Apakah itu produk makanan dan minuman, obat-obatan, atau jenis produk lain. Sebab dalam UU Jaminan Produk Halal, seluruh produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Republik Indonesia memang wajib bersertifikat halal.

Atas belied itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap, keputusan itu bisa memuaskan masyarakat dan juga dunia usaha. Masyarakat bisa mendapatkan hak mereka untuk menikmati produk dengan nyaman, aman dan halal. Sementara kalangan dunia usaha memperoleh kepastian.

Pembahasan terganjal

Seperti diketahui, perbedaan pendapat telah mengganjal penerapan kewajiban sertifikasi halal dan perumusan RPP Jaminan Produk Halal. Walau sudah disahkan tahun 2014, namun sampai saat ini aturan turunannya belum ada. Sebab di internal pemerintah, seperti Kementerian Kesehatan masih belum satu suara.

Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Sundoyo kepada KONTAN, beberapa waktu lalu mengatakan, pihaknya menolak obat diatur dan dimasukkan dalam dalam klausul RPP Jaminan Produk Halal.

Alasannya pengaturan tersebut akan mengancam pasokan obat di dalam negeri. Maklum saja, data Kementerian Kesehatan menunjukkan sekitar 95% bahan baku obat berasal dari luar negeri. Dengan kata lain, bahan baku tersebut kemungkinan besar tidak halal.

Alasan lain, kata Sundoyo, penerapan kewajiban sertifikasi halal pada produk obat, akan menimbulkan dampak kepada harga obat. Kementerian Kesehatan memperkirakan, kebijakan tersebut bisa mendongkrak harga obat.

Kenaikan harga bisa dipicu dua faktor. Pertama, adanya biaya yang dikenakan atas sertifikasi obat. Kedua, kenaikan biaya produksi.

Maklum saja, dengan penerapan kewajiban sertifikasi halal tersebut, maka peralatan dan gedung yang digunakan untuk memproduksi obat yang halal dengan obat non halal juga harus dipisahkan. Atas kemungkinan dampak yang ditimbulkan itulah, Kementerian Kesehatan sampai dengan awal April 2018 kemarin belum mau menyetujui rancangan PP Jaminan Produk Halal yang disampaikan kepada mereka.

Kementerian Kesehatan meminta kepada pemerintah membuat pengecualian pengaturan bagi produksi obat dan alat kesehatan dalam penerapan kewajiban sertifikasi halal. Mereka minta, pengaturan tidak disatukan dalam PP Jaminan Produk Halal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia