Wajib sertifikasi kayu gencet pengusaha mebel



JAKARTA. Para pengusaha mebel yang tergabung dalam Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) sedang cemas. Sebab, aturan wajib sertifikasi untuk mengetahui asal-usul dan legalitas kayu yang segera akan diterapkan pemerintah Eropa dan Amerika Serikat bakal menghambat ekspor mereka. Maklum, selama ini, anggota Asmindo mengandalkan kayu dari hutan rakyat yang harganya 20%-30% lebih murah ketimbang kayu milik PT Perhutani. Masalahnya, proses sertifikasi kayu rakyat butuh waktu lebih lama ketimbang sertfikasi kayu Perhutani. Alhasil, ketentuan wajib sertufikasi yang ditetapkan ERopa dan AS tersebut akan membuat pengusaha mebel bakal kesulitan memperoleh bahan baku. Apa lagi, ternyata kayu dari Perhutani pun hingga kini pun belum mendapatkan sertifikasi dari lembaga yang ditunjuk Badan Sertifikasi Nasional (BSN). Memang tidak semua pengusaha mebel mengalami masalah. Rudi Tepasoa Luiwa, Wakil Ketua Asmindo, bilang, yang paling terpukul dengan keharusan sertifikasi tersebut adalah para pengusaha mebel kelas kecil. “Kalau perusahaan besar tidak masalah karena kekurangan kayu bisa dipenuhi dengan kayu impor," kata Rudi kepada KONTAN, Senin (30/8). Rudi mencatat, volume ekspor kayu olahan terus turun sekitar 10%-20% per tahun sejak 2008 lalu. Rudi memaparkan, kendati 80% anggota Asmindo melakukan ekspor dengan volume di bawah 10 kontainer, namun keperluan kayu mereka tahun ini cukup besar, yakni 4,5 juta ton. Jumlah ini setara dengan 34,61% dari total kebutuhan kayu sebanyak 13 juta ton meter kubik (m³). Jika aturan sertifikasi ini berlaku, anggota Asmindo hampir pasti akan berebut kayu dengan perusahan besar. Sudaryana, Manager Pemasaran Perhutani Wilayah 1 Cirebon, menyatakan, perusahaannya sudah mengajukan sertifikasi sejak tahun 2005 lalu. Sertifikasi tersebut diperkirakan baru terbit tahun depan. Daerah yang diverifikasi kayunya, adalah Kendal, Ciamis, Cepu, Banyuwangi, Madiun dan Bojonegoro dengan luas hutan mencapai 200.000 hektare. Jumlah ini cuma setara 10% luas hutan Perhutani. Adapun sertifikasi 90% sisanya baru diajukan tahun lalu. Tapi, Sudaryana menepis bahwa kayu Perhutani lebih mahal. Kata dia, kayu Perhutani berukuran besar dengan kualitas lebih baik. Saat ini, harga kayu jati Perhutani A1 atau berdiameter dibawah 20 sentimeter (cm) dibanderol Rp 1,6 juta per m³. Lalu, kayu jati A2 berdiameter 21-29 cm Rp 2,9 juta per m³ dan A3 berdiameter diatas 30 cm harganya berbeda di setiap daerah. Tapi, ia mengakui Perhutani hanya mampu memasok 1 juta m³ dari kebutuhan kayu tahun ini sebanyak 13 juta m³.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: