JAKARTA. Wakil Ketua DPD RI Farouq Muhammad mengingatkan tidak kunjung membaiknya nilai tukar rupiah dan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, telah menjadi peringatan bagi pemerintah. Ancaman krisis sudah ada di depan mata. Bukan hanya telah menyebabkan daya beli yang masyarakat melemah, namun juga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) karena aktivitas produksi yang terganggu.
“Kondisi perekonomian nasional hari ini, jauh lebih komplek dibanding kondisi perekonomian tahun 1998. krisis keuangan yang meledak pada tahun 1998, lebih didominasi oleh persoalan moneter khususnya nilai tukar negara-negara dikawasan Asia. Pada hari ini, perekonomian nasional dan juga perekonomian global, selain menghadapi masalah nilai tukar mata uang, juga menghadapi perlambatan ekonomi yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir ini," kata Farouq dalam keterangannya, Senin (7/9/2015). Farouk memaparkan kondisi perekonomian nasional hari ini dipengaruhi oleh faktor internal yang tidak kondusif, antara rendahnya daya serap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) dan juga Anggaran Penerimaan Belanja Daerah (APBD), telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional melambat, hanya sekitar 4.9% pada semester I 2015. Selain itu, pemerintah tidak memiliki kebijakan industri yang mendukung proses transformasi industri yang berbasis komoditas kepada industri yang berbasis manufaktur, sehingga perekonomian nasional rentan terhadap fluktuasi nilai tukar. Di bidang perdagangan terjadi rendahnya daya saing ekspor nasional, karena lebih didominasi oleh ekspor komoditas dalam beberapa tahun terakhir ini, menyebabkan perdagangan internasional Indonesia selalu defisit. Pemerintah tidak siap mengantisipasi jatuhnya harga barang-barang komoditas, seperti
Crude Palm Oil (CPO), karet, batu bara dan minyak bumi di pasar internasional, sehingga menyebabkan pendapatan nasional tergerus signifikan. Ditambah tidak solidnya koordinasi kebijakan antara sektor moneter dan fiskal, telah menyebabkan kurangnya daya dukung masing-masing kebijakan dalam mengatasi permasalahan ekonomi dan nilai tukar. “Pemerintah tidak bisa lagi berlindung dibalik kondisi perekonomian global yang melambat, tetapi juga harus melihat kondisi internal, banyak persoalan ekonomi yang terdapat di dalam negeri yang memiliki potensi untuk menjadi masalah besar dikemudian hari," katanya. Ia mengungkapkan memburuknya kinerja perekonomian nasional dalam beberapa waktu terakhir ini, telah memberikan implikasi terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Antara lain konsumsi masyarakat sebagai penopang pertumbuhan mengalami penurunan, akibat dari daya beli masyarakat yang berkurang. Kemudian, upah riil masyarakat mengalami penurunan, sebagai akibat dari semakin mahalnya biaya hidup, tetapi disisi lain pendapatan masyarakat tidak mengalami peningkatan. Terlebih, biaya produksi sektor industri mengalami peningkatan sebagai akibat depresiasi nilai tukar rupiah. “Dampak terbesarnya adalah perusahaan akan melakukan PHK, yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerawanan sosial ditengah-tengah masyarakat. Tingkat pengangguran dan kemiskinan akan meningkat tajam, tentu saja kondisi ini sangat rentan bagi stabilitas ekonomi dan sosial. Selain itu, akan terjadi ketimpangan pendapatan antar wilayah yang semakin meningkat," jelasnya. Menurut Farouq, pemerintah perlu menyiapkan segera kebijakan-kebijakan jangka pendek yang bersifat efektif, tepat sasaran dan konsisten, sebagai solusi jangka pendek yang bisa meredam dampak dari kondisi ekonomi yang semakin memburuk, agar jika terjadi krisis ekonomi pemerintah sudah siap dengan menghadapainya. Ia menyarankan agar segera mengembalikan kredibilitas pemerintah dimata publik, yang cenderung kehilangan kepercayaan, khususnya dalam mengelola ekspektasi pasar. Meningkatkan permintaan domestik, dengan membuat kebijakan yang solid antara fiskal dan moneter.
Insentif fiskal dan moneter harus saling menunjang satu dengan yang lain, pemerintah harus menjamin tidak akan ada PHK. Menggerakkan sektor riil yang bersifat padat karya, sehingga bisa memulihkan daya beli masyarakat. Mengoptimalkan peran UMKM dalam mendorong konsumsi masyarakat tetap stabil dan Konsisten membangun ekonomi dari pinggir khususnya dalam bidang Maritime, Infrastruktur, Pertanian Dan Energi (MIPE), seperti janji nawacita pemerintah. (Ferdinand Waskita) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto