JAKARTA. Kinerja Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II terus mendapat sorotan. Kali ini datang dari asosiasi kepelabuhanan yang terdiri dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia (INSA) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah persoalan waktu tunggu kontainer (dwelling time). "Sudah jadi jadi rahasia umum dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok menjadi penyumbang tingginya ongkos logistik di Indonesia," papar Akbar Djohan, Ketua Komite Tetap Logistik bidang Regulasi dan SDM Kadin, kemarin (10/12). Menurutnya kondisi dwelling time yang melonjak cukup drastis dari 4,8 hari pada Oktober 2010 menjadi 8-10 hari di tahun 2013 sudah meresahkan kalangan pengusaha. Saat ini pelabuhan Tanjung Priok menguasai 70% arus keluar masuk barang dan jasa. Hal itulah yang kemudian meresahkan kalangan pengusaha pelayaran karena tidak ada kepastian bagi pemilik barang karena proses pengeluaran yang cukup lama. Kata dia, selain kerugian material, pada akhirnya citra perusahaan Indonesia pun menjadi buruk. Akbar menilai upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah maupun Pelindo II sebagai pengelola hingga kini tidak membuahkan hasil. Pelabuhan Kalibaru maupun pelabuhan Cilamaya yang kini tengah digadang-gadang sebagai alternatif solusi untuk membenahi persoalan dwelling time pun dianggap tak membuahkan hasil. Kata dia, pelabuhan Kali Baru hingga ini prosesnya masih 20%, sedangkan Cimalamaya dalam 5 tahun kedepan juga belum tentu terealisasi. Zaldi Ilham Masita, Ketua Umum ALI mengaku mengkhawatirkan akan terulangnya kembali penumpukan barang seperti yang terjadi pada saat lebaran tahun lalu. Menurutnya jika sejak awal tahun tak diambil langkah antisipasi maka cerita lama akan kembali terulang. Pelindo II harusnya sudah mulai melakukan pemisahan terhadap ekspor dan impor di pelabuhan Tanjung Priok. "Bahkan kalau perlu pelabuhan Banten dan Cikarang Dry Port harus diefektifkan pengunaannya," imbuhnya.
Waktu tunggu Tanjung Priok harus diperbaiki segera
JAKARTA. Kinerja Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II terus mendapat sorotan. Kali ini datang dari asosiasi kepelabuhanan yang terdiri dari Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Asosiasi Perusahaan Pelayaran Indonesia (INSA) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah persoalan waktu tunggu kontainer (dwelling time). "Sudah jadi jadi rahasia umum dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok menjadi penyumbang tingginya ongkos logistik di Indonesia," papar Akbar Djohan, Ketua Komite Tetap Logistik bidang Regulasi dan SDM Kadin, kemarin (10/12). Menurutnya kondisi dwelling time yang melonjak cukup drastis dari 4,8 hari pada Oktober 2010 menjadi 8-10 hari di tahun 2013 sudah meresahkan kalangan pengusaha. Saat ini pelabuhan Tanjung Priok menguasai 70% arus keluar masuk barang dan jasa. Hal itulah yang kemudian meresahkan kalangan pengusaha pelayaran karena tidak ada kepastian bagi pemilik barang karena proses pengeluaran yang cukup lama. Kata dia, selain kerugian material, pada akhirnya citra perusahaan Indonesia pun menjadi buruk. Akbar menilai upaya perbaikan yang dilakukan pemerintah maupun Pelindo II sebagai pengelola hingga kini tidak membuahkan hasil. Pelabuhan Kalibaru maupun pelabuhan Cilamaya yang kini tengah digadang-gadang sebagai alternatif solusi untuk membenahi persoalan dwelling time pun dianggap tak membuahkan hasil. Kata dia, pelabuhan Kali Baru hingga ini prosesnya masih 20%, sedangkan Cimalamaya dalam 5 tahun kedepan juga belum tentu terealisasi. Zaldi Ilham Masita, Ketua Umum ALI mengaku mengkhawatirkan akan terulangnya kembali penumpukan barang seperti yang terjadi pada saat lebaran tahun lalu. Menurutnya jika sejak awal tahun tak diambil langkah antisipasi maka cerita lama akan kembali terulang. Pelindo II harusnya sudah mulai melakukan pemisahan terhadap ekspor dan impor di pelabuhan Tanjung Priok. "Bahkan kalau perlu pelabuhan Banten dan Cikarang Dry Port harus diefektifkan pengunaannya," imbuhnya.