Walau naik tipis, belanja pemerintah masih lamban



JAKARTA. Tak lari gunung di kejar. Meski masih seret, niat pemerintah untuk membelanjakan anggaran belanja modal lebih baik dari tahun lalu agaknya kesampaian juga.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan, jika melihat prosentasenya, penyerapan belanja modal masih sesuai dengan target. "Kalau prosentasenya sudah on track, dan secara nominal realisasi belanja lebih tinggi ketimbang tahun lalu," ujarnya, akhir pekan lalu.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara per 23 Mei 2012, realisasi penyerapan belanja modal sebesar Rp 21,1 triliun. Jumlah ini setara dengan 12,5% dari pagu anggaran belanja modal yang dipatok dalam Anggaran Pendpaatn dan Belanja Negara perubahan (APBNP) 2012 yang sebesar Rp 168,87 triliun.


Padahal, sebelumnya Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan, pemerintah berharap pada akhir kuartal II tahun ini, realisasi penyerapan belanja modal bisa mencapai 20%. Nah, sekarang Anny bilang, hingga akhir Mei lalu, realisasi belanja modal sudah mencapai 14% dan bisa mencapai 20% dalam waktu satu bulan terakhir di kuartal dua.

Meski begitu, Anny mengklaim realisasi penyerapan belanja modal ini sudah lebih baik ketimbang tahun lalu. "Periode yang sama tahun lalu kisarannya hanya 6% - 7%, sekarang sudah hampir 14%, kenaikannya sudah dua kali lipat," kata Ani.

Lagi pula, tahun ini anggaran belanja modal secara nominal juga jauh lebih besar jumlahnya. Pada APBNP 2011 pemerintah mengalokasikan anggaran belanja modal sebesar Rp 141 triliun. Artinya, dalam APBNP 2012 anggaran belanja modal naik sekitar 20%.

Bank Indonesia (BI) juga memuji penyerapan belanja modal pemerintah yang sedikit lebih baik ketimbang tahun lalu. Dalam tinjauan kebijakan moneter bulan Juni, BI memperkirakan belanja pemerintah akan tumbuh membaik seiring dengan perbaikan serapan anggaran, khususnya belanja barang dan modal. Perbaikan penyerapan anggan inilah yang ikut mendongkrak realisasi investasi, sehingga pertumbuhan ekonomi masih bisa positif pada triwulan dua tahun ini.

Harus lebih cepat

Pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam mengatakan, realisasi penyerapan belanja modal sampai 23 Mei yang hanya sebesar 12,5% ini sangat mengecewakan. "Realisasi anggaran belanja modal yang baru 12% sampai 23 Mei lalu sesuatu yang memarginalkan peran APBN sebagai stimulan pertumbuhan ekonomi," ujarnya, Jumat (15/6).

Menurutnya, pada kuartal II ini seharusnya penyerapan belanja modal pemerintah bisa lebih tinggi dari 20%. Bahkan, jika memungkinkan penyerapan belanja modal bisa mencapai 30% - 40% pada pada kuartal dua.

Latif bilang, rendahnya penyerapan belanja modal ini akan berdampak pada kinerja pertumbuhan ekonomi tahun ini. Pasalnya, semula banyak kalangan berharap belanja modal yang cukup besar bisa mengompensasikan kinerja ekspor yang melorot.

Seperti diketahui, pada tahun ini, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%. Jika belanja modal tak bisa digenjot, maka Latif khawatir realisasi pertumbuhan ekonomi bisa di bawah target.

Rendahnya penyerapan belanja modal sampai lima bulan pertama tahun ini juga akan berdampak pada penumpukan penyerapan belanja modal pada kuartal III dan IV tahun ini. Padahal, belanja modal sebagian besar dialokasikan untuk belanja infrastruktur. Akibatnya, "Kualitas infrastruktur juga tidak bagus kalau dibuat secara terburu-buru," ungkap Latif.

Tahun ini, pemerintah juga telah menyiapkan dana stimulus ekonomi sebesar Rp 24 triliun. Dana ini akan digunakan untuk membangun infrastruktur yang baru.Kini pekerjaan rumah terbesar terletak pada pemerintah. Bagaimana caranya agar pemerintah bisa merealisasikan rencana yang telah dibuat untuk mendorong pertumbuhan. Sebab, kini andalan pertumbuhan ekonomi tinggal konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah.

Maklum, kinerja ekspor tahun ini diprediksi melesu akibat terimbas krisis global. Selain itu, pemerintah juga harus mendorong masuknya investasi asing untuk mendongkrak pertumbuhan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can