Danganan atau pegangan dan warangka adalah dua benda wajib untuk keris. Di Bali, gagang keris memiliki makna sakral bahkan dipercaya memiliki kekuatan magis. Oleh karena itu, perajin dua barang itu masih banyak ditemukan di Pulau Dewata. Selain diburu kolektor, danganan dan warangka keris juga dijual di berbagai daerah bahkan merambah mancanegara. Setiap daerah di negeri ini memiliki beraneka kerajinan unik yang beda dengan daerah lain. Ambil contoh, Bali dengan kerisnya.Keris bagi orang Bali memiliki makna tersendiri. Sehingga, danganan alias pegangan keris dan warangka atawa sarung kerisnya pun punya lambang kekuatan magis, sekaligus ungkapan rasa cinta kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.Wayan Putera Suwadnyana, perajin pernak-pernik keris Bali, memakai bahan baku gading gajah dan kayu untuk diukir menjadi gagang keris dan warangka keris khas Bali.Selain membuat gagang dan warangka keris, setahun belakangan, Wayan juga membuat pipa rokok, taring, dan golok bali. Bersama tiga saudaranya, ia membuka usaha dengan bendera Dedari Bali di daerah Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Wayan bercerita, untuk membuat sebuah gagang keris butuh waktu lima sampai 20 hari. Lamanya pembuatan danganan sangat tergantung kerumitan motif dan kualitas bahan. Ia biasa memakai gading, serta kayu areng, sawo, dan cendana.Gagang keris yang terbuat dari gading gajah ia jual dengan harga Rp 5 juta. Sedang, danganan berbahan kayu dengan motif-motif khas Bali, harganya Rp 500.000 hingga Rp 700.000. Harga danganan kayu tanpa motif sekitar Rp 200.000 sampai Rp 300.000 per unit.Motif yang sering ditorehkan pada danganan adalah wayang Bali. Wayan mengatakan, perlu keahlian dan ketelitian mengukir untuk membuat gagang keris. "Tak semua pengukir di Bali bisa membuatnya, lo," katanya.Sementara, proses pembuatan warangka lebih singkat, hanya butuh 4 hari saja. Karena prosesnya lebih cepat, harga warangka juga lebih murah, berkisar Rp 600.000 hingga Rp 900.000 sesuai motif dan bahan.Untuk golok bali, Wayan menjualnya seharga Rp 600.000 plus sarungnya. "Golok bali masih banyak dipesan oleh orang Bali, karena menurut adat, orang Bali yang sudah menikah harus punya minimal satu golok," ungkap Wayan. Dari hasil penjualan danganan, warangka, golok bali, dan pipa rokok, Wayan berhasil mengantongi pendapatan bersih Rp 15 juta per bulan. "Saat ini, saya baru pasarkan di dalam negeri dan Malaysia," ujarnya. Oleh karena itu dia berharap, ke depan, akan semakin banyak peminat produk-produknya dari luar negeri. Untuk di dalam negeri, beberapa daerah, seperti Jakarta dan Sumatra, menjadi pemesan terbanyak. Untuk menembus pasar dalam dan luar negeri, Wayan banyak mengandalkan promosi melalui internet. "Ini hanya usaha kecil, jadi biarkan saja berjalan seperti air mengalir dulu," kata Wayan yang berusia 31 tahun.Perajin gagang dan warangka keris bali lainnya, Ida Bagus Puja di Gianyar. Tepatnya, di Jalan Surya Brata, Tampaksiring. Pria 51 tahun ini memproduksi barang-barang tersebut selama lima tahun. "Biasanya yang pesan kolektor dari Denpasar, Bangli, dan Batuan," ujar dia. Berbeda dengan Wayan yang mengandalkan internet, Ida Bagus Puja lebih mengutamakan promosi dari mulut ke mulut. Ida Bagus baru menerima sedikitnya lima pesanan warangka dan danganan dalam sebulan.Selain menggunakan bahan baku kayu areng, Ida Bagus juga memakai kayu pelet. Dia menjual warangka dari kayu areng Rp 300.000 per unit. Adapun, dari kayu pelet Rp 400.000. "Pernah ada yang pesan warangka dari kayu areng bermotif Ramayana, saya jual Rp 4 juta," tuturnya. Dia melego danganan berbahan gading hingga seharga Rp 6 juta per unit, dan berbahan kayu areng seharga Rp 600.000 per unit. Semakin mahal bahan dan rumit motifnya, harga yang ditawarkan juga semakin mahal. Tiap bulan setidaknya ada tiga pesanan yang datang. "Biasanya motifnya Rama, Prabu, dan wayang Bali," ujarnya. Bisnis aksesori keris ini juga digeluti Mohamad Sulkan. Namun, berbeda dengan Wayan dan Ida Bagus, Sulkan hanya membeli dan menjual danganan dan warangka keris, terutama yang antik dan tua.Sulkan yang berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur mengaku sudah berbisnis jual beli aksesori keris sejak dua tahun lalu. "Saya dapat dari penjual lain, kemudian saya jual via internet ke para kolektor," tuturnya. Menurut Sulkan, yang paling banyak dicari adalah gagang tua. Karena, kian tua dan rumit motifnya, harganya kian mahal. Sulkan mematok harga gagang keris Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per unit. Selain dari kayu, ia juga mencari danganan yang terbuat dari besi, kuningan, tanduk kerbau, dan tanduk kambing. Beberapa motif yang paling laku adalah singa, naga, dan dewa. Untuk bisa sukses dalam bisnis ini, Sulkan menuturkan, yang utama adalah, kemampuan untuk membedakan barang tua dan baru. "Lihat dari kehalusan ukirannya. Danganan zaman dulu sangat halus, berbeda sekali dengan danganan sekarang,” katanya. Namun, dalam sebulan, ia hanya menerima dua pesanan saja.Minimnya pesanan ini lantaran konsumen danganan dan warangka sangat minim dan terbatas di kolektor. "Orang yang suka mengoleksi keris jumlahnya sangat sedikit," katanya. Tapi, dia yakin usaha ini akan tetap berjalan selama keris masih ada dan dibutuhkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Walau pesanan minim, bisnis gagang dan warangka keris tetap sakti
Danganan atau pegangan dan warangka adalah dua benda wajib untuk keris. Di Bali, gagang keris memiliki makna sakral bahkan dipercaya memiliki kekuatan magis. Oleh karena itu, perajin dua barang itu masih banyak ditemukan di Pulau Dewata. Selain diburu kolektor, danganan dan warangka keris juga dijual di berbagai daerah bahkan merambah mancanegara. Setiap daerah di negeri ini memiliki beraneka kerajinan unik yang beda dengan daerah lain. Ambil contoh, Bali dengan kerisnya.Keris bagi orang Bali memiliki makna tersendiri. Sehingga, danganan alias pegangan keris dan warangka atawa sarung kerisnya pun punya lambang kekuatan magis, sekaligus ungkapan rasa cinta kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.Wayan Putera Suwadnyana, perajin pernak-pernik keris Bali, memakai bahan baku gading gajah dan kayu untuk diukir menjadi gagang keris dan warangka keris khas Bali.Selain membuat gagang dan warangka keris, setahun belakangan, Wayan juga membuat pipa rokok, taring, dan golok bali. Bersama tiga saudaranya, ia membuka usaha dengan bendera Dedari Bali di daerah Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Wayan bercerita, untuk membuat sebuah gagang keris butuh waktu lima sampai 20 hari. Lamanya pembuatan danganan sangat tergantung kerumitan motif dan kualitas bahan. Ia biasa memakai gading, serta kayu areng, sawo, dan cendana.Gagang keris yang terbuat dari gading gajah ia jual dengan harga Rp 5 juta. Sedang, danganan berbahan kayu dengan motif-motif khas Bali, harganya Rp 500.000 hingga Rp 700.000. Harga danganan kayu tanpa motif sekitar Rp 200.000 sampai Rp 300.000 per unit.Motif yang sering ditorehkan pada danganan adalah wayang Bali. Wayan mengatakan, perlu keahlian dan ketelitian mengukir untuk membuat gagang keris. "Tak semua pengukir di Bali bisa membuatnya, lo," katanya.Sementara, proses pembuatan warangka lebih singkat, hanya butuh 4 hari saja. Karena prosesnya lebih cepat, harga warangka juga lebih murah, berkisar Rp 600.000 hingga Rp 900.000 sesuai motif dan bahan.Untuk golok bali, Wayan menjualnya seharga Rp 600.000 plus sarungnya. "Golok bali masih banyak dipesan oleh orang Bali, karena menurut adat, orang Bali yang sudah menikah harus punya minimal satu golok," ungkap Wayan. Dari hasil penjualan danganan, warangka, golok bali, dan pipa rokok, Wayan berhasil mengantongi pendapatan bersih Rp 15 juta per bulan. "Saat ini, saya baru pasarkan di dalam negeri dan Malaysia," ujarnya. Oleh karena itu dia berharap, ke depan, akan semakin banyak peminat produk-produknya dari luar negeri. Untuk di dalam negeri, beberapa daerah, seperti Jakarta dan Sumatra, menjadi pemesan terbanyak. Untuk menembus pasar dalam dan luar negeri, Wayan banyak mengandalkan promosi melalui internet. "Ini hanya usaha kecil, jadi biarkan saja berjalan seperti air mengalir dulu," kata Wayan yang berusia 31 tahun.Perajin gagang dan warangka keris bali lainnya, Ida Bagus Puja di Gianyar. Tepatnya, di Jalan Surya Brata, Tampaksiring. Pria 51 tahun ini memproduksi barang-barang tersebut selama lima tahun. "Biasanya yang pesan kolektor dari Denpasar, Bangli, dan Batuan," ujar dia. Berbeda dengan Wayan yang mengandalkan internet, Ida Bagus Puja lebih mengutamakan promosi dari mulut ke mulut. Ida Bagus baru menerima sedikitnya lima pesanan warangka dan danganan dalam sebulan.Selain menggunakan bahan baku kayu areng, Ida Bagus juga memakai kayu pelet. Dia menjual warangka dari kayu areng Rp 300.000 per unit. Adapun, dari kayu pelet Rp 400.000. "Pernah ada yang pesan warangka dari kayu areng bermotif Ramayana, saya jual Rp 4 juta," tuturnya. Dia melego danganan berbahan gading hingga seharga Rp 6 juta per unit, dan berbahan kayu areng seharga Rp 600.000 per unit. Semakin mahal bahan dan rumit motifnya, harga yang ditawarkan juga semakin mahal. Tiap bulan setidaknya ada tiga pesanan yang datang. "Biasanya motifnya Rama, Prabu, dan wayang Bali," ujarnya. Bisnis aksesori keris ini juga digeluti Mohamad Sulkan. Namun, berbeda dengan Wayan dan Ida Bagus, Sulkan hanya membeli dan menjual danganan dan warangka keris, terutama yang antik dan tua.Sulkan yang berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur mengaku sudah berbisnis jual beli aksesori keris sejak dua tahun lalu. "Saya dapat dari penjual lain, kemudian saya jual via internet ke para kolektor," tuturnya. Menurut Sulkan, yang paling banyak dicari adalah gagang tua. Karena, kian tua dan rumit motifnya, harganya kian mahal. Sulkan mematok harga gagang keris Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per unit. Selain dari kayu, ia juga mencari danganan yang terbuat dari besi, kuningan, tanduk kerbau, dan tanduk kambing. Beberapa motif yang paling laku adalah singa, naga, dan dewa. Untuk bisa sukses dalam bisnis ini, Sulkan menuturkan, yang utama adalah, kemampuan untuk membedakan barang tua dan baru. "Lihat dari kehalusan ukirannya. Danganan zaman dulu sangat halus, berbeda sekali dengan danganan sekarang,” katanya. Namun, dalam sebulan, ia hanya menerima dua pesanan saja.Minimnya pesanan ini lantaran konsumen danganan dan warangka sangat minim dan terbatas di kolektor. "Orang yang suka mengoleksi keris jumlahnya sangat sedikit," katanya. Tapi, dia yakin usaha ini akan tetap berjalan selama keris masih ada dan dibutuhkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News