Walau suku bunga tinggi, bauran kebijakan BI dinilai efektif menjaga likuiditas bank



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bukan tidak mungkin bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan lagi di tahun ini. Setelah pada 2018 BI cenderung hawkish menaikkan suku bunga sebanyak enam kali hingga ke level 6%.

Gubernur BI juga memberi sinyal kebijakan suku bunga sudah hampir mencapai puncaknya. Dia juga memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya tahun ini sebanyak dua kali. Sedangkan prediksi kenaikan pada Maret 2019 sudah diperhitungkan BI pada November lalu.

"Ada kemungkinan suku bunga BI naik jika inflasi domestik meningkat dan rupiah melemah tajam karena kenaikan bunga The Fed," jelas ekonom Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (29/1).


Kenaikan suku bunga acuan BI diharapkan dapat menjaga daya tarik pasar keuangan domestik supaya likuiditas nasional tetap terjaga. Sehingga investor asing diharapkan tidak secara drastis melakukan aksi outflow alias menarik keluar dananya meski The Fed sudah melakukan kenaikan bunga moneternya.

"Tapi patut diingat bisa terjadi outflow secara drastis jika bunga global maupun imbal hasil obligasi AS juga naik secara drastis," jelas dia.

Kendati kenaikan suku bunga BI untuk menjaga daya tarik pasar keuangan dalam negeri, ada dampak lain yang dirasakan perbankan. Bank bisa mengalami pengetatan likuiditas sehingga penyaluran kredit bisa terhambat. Imbasnya, daya dorong pertumbuhan ekonomi juga tak cukup kuat.

Namun menurut Myrdal, bauran kebijakan BI yang dilakukan saat ini sudah tepat untuk menyeimbangkan kondisi tingginya suku bunga dan menjaga likuiditas perbankan.

Saat menaikkan suku bunga ke level 6%, BI mengeluarkan bauran kebijakan lain yaitu melonggarkan aturan giro wajib minimum (GWM) rerata dari semula 2% menjadi 3% disetorkan dalam waktu dua minggu.

Serta meningkatkan rasio penyangga likuditas makroprudensial (PLM) menjadi 4%. Dari yang semula 2% dari total 4% PLM yang dapat direpokan ke BI. Artinya, bank dapat menggunakan PLM yang merupakan surat-surat berharga secara keseluruhan sebagai underlying untuk melakukan repo ke BI.

"Kebijakan tersebut tentu untuk memperlonggar likuiditas perbankan sehingga ruang bagi perbankan untuk menyalurkan pinjaman menjadi lebih besar," ujar Myrdal.

Dalam kesempatan ini Myrdal juga menjelaskan struktur perbankan tanah air masih didominasi oleh iklim suku bunga tinggi dengan margin spread yang lebar. Sehingga kenaikan suku bunga memiliki dampak yang cepat terhadap likuiditas perbankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi