MAKASSAR. Rencana besar Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk menciptakan kawasan pertumbuhan ekonomi baru dengan merestui pembangunan proyek reklamasi seluas 157,23 hektar bertajuk Center Point of Indonesia (CPI), ditentang pegiat lingkungan. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan, Asmar Exwar mengungkapkan resistensi dari masyarakat pesisir dan warga kota Makassar. "Karena reklamasi tidak memberikan dampak positif dan bermanfaat bagi masyarakat. Reklamasi hanya akan menghilangkan habitat alami pesisir seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang serta menghilangkan mata pencarian," tutur Asmar kepada Kompas.com, Kamis (24/3/2016).
Dia menambahkan, sebelum pekerjaan reklamasi di bagian laut dilakukan, sudah menggusur sebanyak 45 kepala keluarga (KK) pencari kerang Mariso. Mereka tidak saja kehilangan mata pencarian, namun juga akses ke laut yang terhalang akibat pekerjaan awal reklamasi ini. (Baca: Resmi, Center Point of Indonesia Jatuh ke Tangan Ciputra) Karena itulah, menurut Asmar, pegiat lingkungan seperti dirinya, Walhi, dan masyarakat pesisir menentang pembangunan reklamasi CPI. Dia memaparkan, reklamasi kawasan CPI akan menimbun laut sebanyak 22 juta ton meter kubik. Hal ini tentu berpotensi mengubah pola arus laut karena ada daratan buatan. "Reklamasi ini juga mengambil ruang publik berupa pesisir dan laut di mana setiap orang seharusnya dapat bebas mengaksesnya. CPI ini merupakan kawasan pribat dan mewah. Ini komersialisasi pesisir lewat proyek reklamasi," tambah Asmar. Pendek kata, lanjut dia, apa pun dalih Pemprov dan swasta yang mereka gandeng tidak memperbaiki kawasan lingkungan. (Baca: Anggarkan Rp 3,5 Triliun, Ciputra Siapkan Proyek Raksasa di Makassar) Upaya perbaikan itu justru harus dilakukan dengan cara pemulihan lingkungan pesisir, habitat alami, menambah ruang terbuka hijau (RTH) pesisir, mengurangi laju sedimen dan pencemaran pantai. Sementara itu, Direktur PT Ciputra Surya Tbk, Nanik J Santoso, perwakilan KSO Ciputra Yasmin yang merupakan pengembang CPI menolak klaim masih ada resistensi dari masyarakat pesisir Pantai Losari. Menurut Nanik, KSO Ciputra Yasmin justru telah menunjukkan komitmen kepada pemerintah dan masyarakat Sulawesi Selatan melalui upaya perbaikan pesisir Pantai Losari. (Baca: Garuda Raksasa di Timur Indonesia) Selain itu, aku Nanik, fasilitas publik lainnya yang telah dikerjakan dan sudah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat sekitar CPI adalah pengerukan jalur nelayan, yang menelan dana hampir Rp 2 miliar. “Jalur nelayan dari Pantai Losari menuju Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Rajawali yang tadinya sangat sulit dilalui oleh Perahu Nelayan karena sudah terjadi pendangkalan dan sempit ukurannya, kini bisa dilalui dengan leluasa," beber Nanik. Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk, Harun Hajadi menambahkan, jalur nelayan tersebut nantinya masih akan diperlebar mengikuti rancangan induk (master plan) yang telah disetujui dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar saat ini.
"Meskipun secara hukum, KSO Ciputra Yasmin hanya berkewajiban untuk menimbun dan membentuk lahan reklamasi saja, tetapi khusus di lokasi ini akan dibuatkan pantai buatan dari pasir putih yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas," jelas Harun. Pekerjaan Pantai Pasir Putih sepanjang 350 meter tersebut akan diselesaikan dalam tahun ini juga, dan langsung diserahkan kepada Pemprov Sulawesi Selatan. Rencananya Pantai pasir Putih akan dilengkapi dengan tempat parkir, toilet, mushala, fasilitas jajan kaki lima, dan kursi taman dengan lanskap khusus. (Baca: Ciputra, di Antara Megaproyek Reklamasi, Warisan Karya, dan Putera Mahkota) (Penulis: Hilda B Alexander) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan