KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Indeks utama bursa Wall Street terkoreksi tipis pada akhir pekan, Jumat (7/6). Ini setelah data pekerjaan Amerik Serikat (AS) lebih kuat dari perkiraan mengindikasikan bahwa perekonomian Paman Sam kuat. Namun, hal ini memicu kekhawatiran bahwa The Federal Reserve mungkin akan butuh waktu lebih lama untuk menurunkan suku bunga dibanding perkiraan sebelumnya. Mengutip
Reuters, Jumat (7/6), indeks Dow Jones Industrial Average turun 87,18 poin atau 0,22% ke level 38.798,99, S&P 500 turun 5,97 poin atau 0,11% ke level 5.346,99 dan Nasdaq Composite turun 39,99 poin atau 0,23% ke level 17.133,13.
Dalam sepekan, indeks S&P 500 naik 1,32%, Nasdaq naik 2,38%, dan Dow bertambah 0,29%. Saham Nvidia tergelincir, memperpanjang kerugian pada sesi sebelumnya, dengan valuasinya kembali turun di bawah angka US$ 3 triliun.
Baca Juga: Wall Street Menguat Meski Data Tenaga Kerja Lebih Kuat Ketimbang Prediksi Saham Lyft naik 0,6%, menyusul perkiraan pertumbuhan pemesanan kotor tahunan sebesar 15% hingga tahun 2027 setelah pasar tutup pada hari Kamis. Volume perdagangan saham di bursa AS mencapai 10,75 miliar saham dengan rata-rata 12,7 miliar saham dalam 20 hari perdagangan terakhir. Data yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan, perekonomian AS menghasilkan sekitar 272.000 pekerjaan pada bulan Mei, jauh lebih banyak dari perkiraan para analis yang sebesar 185.000. Tingkat pengangguran naik tipis menjadi 4%. Indeks acuan S&P 500 tergelincir segera setelah laporan tersebut, sementara imbal hasil Treasury AS naik karena para pedagang memangkas taruhan pada penurunan suku bunga di bulan September. Indeks pulih dan sempat mencapai rekor tertinggi harian baru karena investor mencatat data tersebut menunjukkan fundamental ekonomi yang baik. Saham-saham di Wall Street ditutup koreksi, dengan saham-saham sektor utilitas, material, dan layanan komunikasi mencatat penurunan terbesar. Saham sektor keuangan dan teknologi sedikit naik. “Hal ini memberi tahu Anda bahwa tidak akan ada penurunan suku bunga dalam jangka pendek, dan dengan naiknya kembali imbal hasil obligasi, hal ini memberikan banyak tekanan pada perdagangan risk-on, yang mungkin hanya berbatas kecil,” kata Sandy Villere, manajer portofolio di Villere & Co di New Orleans. “Ini hanya fungsi dari suku bunga dan mungkin akan sedikit lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama, dan masyarakat harus melakukan kalibrasi ulang untuk lingkungan seperti itu,” tambahnya.
Baca Juga: Wall Street: S&P 500 dan Nasdaq Ditutup Koreksi Tipis, Dow Jones Sukses Menguat Kini para pedagang melihat peluang 56% penurunan suku bunga di bulan September, menurut alat FedWatch CME.
Investor akan mengamati data inflasi AS minggu depan dan pertemuan kebijakan dua hari Federal Reserve yang berakhir pada 12 Juni. "Tidak ada yang mengharapkan The Fed untuk menurunkan (suku bunga minggu depan), tetapi apakah mereka akan membuka pintu untuk pemotongan secepatnya pada bulan September adalah pertanyaan besar di benak semua orang," kata Ryan Detrick, kepala strategi pasar di Carson Group. Detrick menambahkan, dia masih melihat adanya penurunan pada bulan September. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat