KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street ditutup melemah setelah aksi jual di bursa saham Amerika Serikat (AS) itu terjadi. Sentimen datang usai optimisme dari laporan pekerjaan yang memicu kekhawatiran inflasi baru, memperkuat taruhan bahwa Federal Reserve akan berhati-hati dalam memangkas suku bunga tahun ini. Jumat (10/1), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 696,75 poin atau 1,63% ke 41.938,45, indeks S&P 500 melemah 91,21 poin atau 1,54% menjadi 5.827,04 dan indeks Nasdaq Composite turun 317,25 poin atau 1,63% ke 19.161,63. Sebagian besar dari 11 sektor pada indeks S&P 500 menurun, kecuali indeks energi, yang menguat 0,34% di sesi ini.
Indeks Russell 2000 yang berfokus pada pasar domestik juga turun 2,27%, tergelincir ke wilayah koreksi karena turun 10,4% dari level penutupan tertinggi pada 25 November. Pengukur rasa takut Wall Street mencapai level tertinggi dalam tiga minggu pada hari Jumat. Dengan posisi ini, Wall Street ditutup melemah untuk minggu kedua secara berturut-turut.
Baca Juga: Wall Street Dibuka Turun Jumat (10/1), Data Payroll Panaskan Kekhawatiran Suku Bunga "Kita memulai tahun dengan langkah yang salah," kata Sam Stovall, ahli strategi pasar di CFRA Research, mengomentari dampak data pekerjaan yang lebih baik dari perkiraan pada ekuitas. Ia menambahkan lingkungan untuk saham bisa menjadi "cukup menantang." Sebuah laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja meningkat secara tak terduga pada bulan Desember sementara tingkat pengangguran turun menjadi 4,1% karena pasar tenaga kerja mengakhiri tahun dengan catatan yang kuat. Pertambahan lapangan kerja yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menghasilkan ekspansi ekonomi yang lebih cepat, yang mengarah pada kenaikan harga. Untuk menahan inflasi yang masih tinggi, Fed dapat dipaksa untuk mengambil sikap yang lebih konservatif terhadap pemotongan suku bunga tahun ini. Para investor melihat bank sentral menurunkan biaya pinjaman untuk pertama kalinya pada bulan Juni dan kemudian tetap stabil selama sisa tahun ini, menurut FedWatch Tool dari CME Group. Para pialang juga merevisi perkiraan pemotongan suku bunga The Fed, dengan BofA Global Research memperkirakan potensi kenaikan suku bunga. Namun, presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee mengatakan, tidak ada bukti ekonomi kembali memanas, seraya menambahkan bahwa ia masih berharap suku bunga lebih lanjut akan lebih tepat untuk diturunkan. Bursa saham AS tertekan usai imbal hasil US Treasury tenor 30 tahun menyentuh 5%, tertinggi sejak November 2023, tetapi akhirnya sedikit turun ke 4,966%. Yang menambah suasana suram, survei Universitas Michigan menunjukkan sentimen konsumen turun ke 73,2 pada Januari dari bulan sebelumnya. Kekhawatiran inflasi baru telah menjadi sorotan, yang memaksa Fed untuk mengeluarkan perkiraan hati-hati tentang pelonggaran moneter bulan lalu, karena mengantisipasi perubahan kebijakan perdagangan dan imigrasi di bawah Presiden terpilih Donald Trump, yang diperkirakan akan menjabat dalam waktu 10 hari. Pada 15 Januari, investor akan mencermati rilis indeks harga konsumen bulanan, yang dapat memicu volatilitas lebih lanjut jika lebih tinggi dari ekspektasi.
Baca Juga: Awas! Harga Bitcoin dan Pasar Kripto Diprediksi Anjlok Tajam Akhir Maret "Pasar akan mengalami aksi jual yang signifikan karena tiba-tiba The Fed mungkin berada dalam posisi tidak hanya untuk tidak memangkas suku bunga dan mendukung pasar, tetapi juga untuk benar-benar menaikkan suku bunga," kata Bryant VanCronkhite, manajer portofolio senior di Allspring. Pada sesi kali ini, saham produsen chip seperti Nvidia turun sekitar 3%, terbebani oleh laporan bahwa AS dapat mengumumkan peraturan ekspor baru paling cepat pada hari Jumat. Saham Constellation Energy melonjak 25,16% setelah setuju untuk membeli perusahaan gas alam dan panas bumi milik swasta Calpine Corp seharga US$ 16,4 miliar. Sementara, saham Constellation Brands turun 17,09% setelah memangkas perkiraan penjualan dan laba tahunannya.
Saham Walgreens Boots Alliance melonjak 27,55% setelah melaporkan laba kuartalan yang optimis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari