Wall Street anjlok lebih dari 3% gara-gara potensi resesi dan perang dagang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wall Street merosot lebih dari 3% pada perdagangan Selasa (4/12) akibat kekhawatiran investor akan perdagangan global. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 3,10% ke 25.027,07.

Indeks S&P 500 turun 3,24% ke 2.700,06. Indeks Nasdaq turun 3,80% ke 7.158,68.

Komentar pejabat penting Federal Reserve soal kenaikan suku bunga menambah ketidakpastian investor. Hal lain yang memengaruhi pasar adalah kemunduran rencana Inggris yang akan keluar dari Uni Eropa.


Sementara itu, imbal hasil surat utang pemerintah Amerika Serikat (AS) atau US Treasury bertenor 10 tahun turun ke level terendah sejak pertengahan September. Selisih antara yield 10 tahun dengan tenor pendek 2 tahun menyempit ke level terendah dalam 10 tahun terakhir.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran. Ketika yield US Treasury bertenor 2 tahun lebih dari 10 tahun, secara historis mengawali periode resesi dalam 50 tahun terakhir.

Yield US Treasury tenor 2 dan 3 tahun kini berada di atas yield 5 tahun. "Pasar khawatir akan kurva yield yang terbalik dan artinya bagi ekonomi. Karena biasanya hal ini terjadi mengawali resesi," kata Chuck Carlson, chief executive officer Horizon Investment Services kepada Reuters.

Senin (3/12), pasar saham menguat setelah munculnya masa tenggang penerapan tarif perdagangan antara AS dan China selama 90 hari. Tapi optimisme ini mulai luntur. Presiden AS Donald Trump memperingatkan bahwa dia akan beralih ke tarif jika kedua pihak tidak mencapai kesepakatan.

"Aksi jual yang terjadi sepanjang hari adalah akibat tarif dan kesadaran investor bahwa belum ada sesuatu yang diselesaikan. Masalah perdagangan ini masih perlu pembicaraan lebih lanjut," kata Delores Rubin, senior equities trader Deutsche Bank Wealth Management.

Presiden Federal Reserve New York John Williams mengatakan bahwa bank sentral AS seharusnya melanjutkan kenaikan suku bunga hingga tahun depan meski The Fed akan tetap memerhatikan kemungkinan risiko pasar finansial. Komentar ii muncul setelah Gubernur The Fed Jerome Powell pekan lalu memunculkan sinyal kenaikan suku bunga yang kurang agresif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati