Wall Street Bervariasi, S&P 500 Menguat Jelang Libur Panjang Akhir Pekan



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street bergerak dengan penutupan beragam pada akhir perdagangan Jumat. Investor mencerna data inflasi yang lebih rendah dari perkiraan yang menguatkan spekulasi penurunan suku bunga Federal Reserve di tahun baru.

Ketiga indeks menjadi datar dalam perdagangan cenderung sepi di sore menjelang libur panjang akhir pekan. Indeks utama Wall Street sempat reli awal perdagangan karena data yang menunjukkan inflasi berkurang mendekati target bank sentral Amerika Serikat (AS).

Jumat (22/12), Dow Jones Industrial Average turun 18,38 poin atau 0,05% menjadi 37.385,97. Indeks S&P 500 naik 7,88 poin atau 0,17% pada 4.754,63. Nasdaq Composite bertambah 29,11 poin atau 0,19% pada 14.992,97.


"Beberapa pedagang bersedia untuk mundur pada hari Jumat agar tidak terekspos selama akhir pekan yang panjang, dan kita berada dalam periode risiko geopolitik yang meningkat. Tetapi sebagian besar pedagang dan investor berada di pasar karena ini merupakan reli yang sangat besar," kata Tim Ghriskey, ahli strategi portofolio senior Ingalls & Snyder di New York kepada Reuters.

Saham-saham berkapitalisasi kecil dengan mudah mengungguli pasar yang lebih luas, dengan Russell 2000 berakhir naik 0,8%.

Baca Juga: Wall Street Menguat Menjelang Akhir Pekan, Inflasi AS Lebih Lemah Daripada Prediksi

Ketiga indeks utama Wall Street mencatat kenaikan mingguan kedelapan berturut-turut, yang merupakan kenaikan mingguan terpanjang untuk S&P 500 sejak akhir tahun 2017. Untuk Nasdaq dan Dow, ini menandai kenaikan mingguan terpanjang berturut-turut sejak awal tahun 2019.

S&P 500 sekarang berada dalam 1% dari rekor penutupan yang dicapai pada Januari 2022. Jika ditutup di atas level tersebut, hal ini akan mengonfirmasi bahwa indeks acuan telah berada dalam pasar bullish sejak mencapai titik terendah pada Oktober 2022.

“Dalam konteks apa yang telah kita lihat selama setahun terakhir, apa yang kita lihat pada kuartal keempat sebenarnya cukup luar biasa,” kata Michael Green, kepala strategi di Simplify Asset Management di New York. 

“Russell 2000 telah berubah dari penurunan tahun ini pada bulan Agustus menjadi sekarang naik 15,6% untuk tahun ini,” kata Green. 

Sejumlah data dirilis pada hari perdagangan terakhir sebelum akhir pekan panjang, terutama laporan pengeluaran konsumsi pribadi atau personal consumption expenditure (PCE) Departemen Perdagangan AS, yang menunjukkan inflasi terus menurun menuju target rata-rata tahunan The Fed sebesar 2%.

Baca Juga: Kondisi Pasar Saham di 2024 Diprediksi Lebih Cerah Dibandingkan Tahun Ini

Sebuah laporan terpisah menunjukkan pesanan baru untuk barang modal inti mencapai jauh di atas ekspektasi para analis. Data ini menjadi sebuah kejutan positif yang merupakan pertanda baik bagi rencana belanja perusahaan AS.

Bersama-sama, hal-hal tersebut memperkuat keyakinan bahwa bank sentral tidak hanya akan mulai memangkas suku bunga pada awal Maret 2024, tetapi juga dapat mengendalikan inflasi tanpa membawa perekonomian ke dalam resesi, yang merupakan suatu “soft landing”.

"Laporan PCE sangat dovish. Angka teratas menunjukkan deflasi pada bulan tersebut. Ini sangat positif dan mungkin merupakan langkah menuju penurunan suku bunga," kata Ghriskey. “Beberapa orang menyerukan hal itu terjadi pada bulan Maret. Kami pikir itu terlalu optimistis.”

Pasar keuangan memperkirakan kemungkinan sebesar 74,1% bahwa The Fed akan menerapkan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Maret, menurut FedWatch CME.

Baca Juga: Begini Strategi Trading Untuk 2024

Dari 11 sektor utama dalam S&P 500, sektor konsumen merupakan satu-satunya sektor yang mengalami penurunan pada perdagangan kemarin. Sementara sektor kebutuhan pokok menikmati persentase kenaikan terbesar.

Harga saham Nike anjlok 11,8% setelah pembuat pakaian olahraga itu memangkas perkiraan penjualan tahunannya karena belanja konsumen yang hati-hati. Rekan-rekannya Foot locker dan Dick's Sporting Goods masing-masing merosot 2,7% dan 3,9%.

Harga saham Karuna Therapeutics melonjak 47,7% setelah perjanjian Bristol Myers Squib untuk mengakuisisi pembuat obat tersebut senilai US$ 14 miliar secara tunai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati