KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street tampil perkasa setelah Federal Reserve mengerek suku bunga seperti yang diharapkan. Bahkan, indeks S&P 500 mencatat persentase kenaikan satu hari terbesar dalam hampir dua tahun. Rabu (4/5), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 932,27 poin atau 2,81% menjadi 34.061,06, indeks S&P 500 melesat 124,69 poin atau 2,99% ke 4.300,17 dan indeks Nasdaq Composite melonjak 401,10 poin atau 3,19% ke 12.964,86. Pada awal perdagangan, pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) ini awalnya terlihat lesu setelah pengumuman tersebut, namun kemudian indeks melesat. Kenaikan indeks S&P 500 hampir 3% adalah yang terkuat sejak 18 Mei 2020.
Pada sesi ini, 11 sektor utama pada indeks S&P naik, dengan sektor energi memimpin kenaikan. Sementara itu, sektor perbankan naik 3,5% setelah imbal hasil US Treasury AS tenor 2 tahun, yang paling sensitif terhadap prospek suku bunga Federal Reserve, melonjak ke level tertinggi sejak November 2018. Di sisi lain, imbal hasil US Treasury tenor acuan 10-tahun kembali mencapai 3% untuk hari ketiga berturut-turut.
Baca Juga: Bursa Wall Street: S&P 500 dan Nasdaq Tergelincir, Dow Jones Naik Seperti diketahui, The Fed akhirnya menaikkan suku bunga acuan pada Rabu (4/5) sebesar 50 bps dan mengatakan akan mulai memangkasi portofolio aset US$ 9 triliun mulai bulan depan dalam upaya untuk lebih menurunkan inflasi. Bank sentral AS tersebut juga menetapkan target suku bunga dana federal ke kisaran antara 0,75% dan 1% dalam keputusan bulat, dengan kenaikan lebih lanjut dalam biaya pinjaman dengan besaran yang mungkin serupa kemungkinan akan mengikuti. "Jelas bahwa mereka (The Fed) memahami perlunya menahan kenaikan harga," kata Greg Bassuk,
Chief Executive AXS Investments di Port Chester, New York. “Bahkan ketika The Fed menjadi lebih agresif dengan kenaikan suku bunga, kita masih perlu bergulat dengan ketegangan geopolitik, masalah Covid-19 yang sedang berlangsung, serta hasil pendapatan perusahaan yang luas ini. Jadi, terlepas dari langkah Fed, kami pikir kami masih akan melihat lebih banyak volatilitas ke depan," lanjut Bassuk. Investor menyaksikan konferensi pers Ketua The Fed Jerome Powell untuk petunjuk baru tentang seberapa jauh dan seberapa cepat bank sentral siap untuk melangkah dalam upaya menurunkan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade. Kekhawatiran tentang pukulan terhadap pertumbuhan ekonomi karena Fed yang
hawkish, pendapatan beragam dari beberapa perusahaan besar, konflik di Ukraina dan penguncian terkait pandemi di China telah memukul Wall Street baru-baru ini, dengan saham pada emiten dengan pertumbuhan bernilai tinggi menanggung beban penjualan.
Baca Juga: The Fed Diprediksi Bakal Naikkan Suku Bunga, Harga Emas Tertekan Dua set data terpisah menunjukkan, pengusaha swasta mempekerjakan pekerja paling sedikit dalam dua tahun di bulan lalu. Sementara, ekspansi di sektor jasa secara tak terduga kehilangan momentum di bulan April.
Pada perdagangan kali ini, saham Lyft Inc anjlok 30% di tengah kekhawatiran tentang jumlah penumpang dan pengeluaran perusahaan. Perusahaan ride-hailing melaporkan pendapatan kuartal pertama sebesar US$ 875 juta, meningkat 44% dari tahun sebelumnya, sementara jumlah pengendara aktif meleset dari ekspektasi analis. Di sisi lain, saham Starbucks Corp naik 9,9% setelah rantai kopi melihat penjualan sebanding triwulanan tumbuh 12% di Amerika Utara. Serupa, saham Livent Corp melonjak 30,2% setelah membukukan laba kuartalan yang lebih baik dari perkiraan dan mendukung prospek pendapatan 2022 karena permintaan yang lebih tinggi untuk lithium yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari