KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street ditutup melemah pada perdagangan akhir pekan ini karena terbebani oleh koreksi saham-saham sektor teknologi berat seperti Amazon dan Apple. Di sisi lain, investor juga kian khawatir tentang peningkatan kasus virus corona terkait dengan varian Delta yang sangat menular. Jumat (16/7), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 0,86% menjadi 34.687,85 poin, indeks S&P 500 kehilangan 0,75% ke 4.327,16. Dan indeks Nasdaq Composite juga koreksi 0,8% ke posisi 14.427,24. Untuk minggu ini, tiga indeks utama ini juga melemah. Dimana, indeks S&P 500 turun sekitar 1%, Dow Jones kehilangan 0,5% dan Nasdaq merosot 1,9%. Ini merupakan penurunan mingguan pertama Wall Street dalam empat minggu.
Kekhawatiran terkait lonjakan kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) akibat varian Delta membuat Los Angeles County menerapkan kembali mandat menggunakan masker mulai akhir pekan ini. Pada hari Jumat, pejabat kesehatan masyarakat mengatakan, kasus virus corona AS naik 70% dari minggu sebelumnya, dengan tingkat kematian naik 26%. Hal tersebut menyeret pergerakan saham perusahaan pelayaran. Di mana saham Carnival Corp dan Norwegian Cruise Line, sama-sama ambles sekitar 5% pada perdagangan sesi ini.
Baca Juga: Indeks utama Wall Street kompak menguat di awal perdagangan Jumat (16/7) "Covid-19 mulai mempengaruhi pasar, ironisnya, untuk pertama kalinya sejak musim panas lalu, ketika perdagangan dibuka kembali," kata Jake Dollarhide, CEO Longbow Asset Management di Tulsa, Oklahoma. Saham Amazon dan Apple juga turun lebih dari 1%. Sedangkan saham Nvidia anjlok hingga 4,2%. Padahal ketiga perusahaan tersebut berkontribusi lebih dari yang lain terhadap koreksi pada indeks S&P 500 dan Nasdaq. Indeks sektor teknologi pada S&P 500 kehilangan hampir 1%, turun untuk sesi kedua setelah mencapai rekor pada perdagangan hari Rabu (14/7). Walau begitu, saham sektor utilitas menguat 1%, sedangkan sektor real estat naik tipis 0,1% dan menyentuh rekor intraday tertinggi. Minggu ini, investor menyeimbangkan kekhawatiran tentang lonjakan inflasi baru-baru ini dengan jaminan dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell bahwa lonjakan harga bersifat sementara. Musim laporan pendapatan untuk kuartal kedua bakal dimulai minggu depan, dengan laporan dari perusahaan besar termasuk Netflix, Johnson & Johnson, Verizon Communications, AT&T dan Intel. Analis mengharapkan, rata-rata pertumbuhan 72% dalam laba per saham untuk perusahaan S&P 500, menurut perkiraan data IBES dari Refinitiv. Dengan S&P 500 naik sekitar 15% sepanjang tahun ini, investor akan mencari perkiraan perusahaan yang kuat untuk membenarkan penilaian setinggi langit. "Sulit bagi pasar untuk mendapatkan keuntungan di sini dari harga yang sudah tinggi ini," kata Rick Meckler, Partner di Cherry Lane Investments di New Vernon, New Jersey. Pada perdagangan minggu ini, sektor energi pada indeks S&P 500 merosot hampir 3% dan mengakhiri minggu ini dengan koreksi 8%. Hal tersebut terjadi dengan investor khawatir tentang ekspektasi untuk lebih banyak pasokan yang datang ke pasar yang bersamaan dengan peningkatan kasus virus corona yang meningkatkan kekhawatiran permintaan.
Baca Juga: Bos Twitter sebut Bitcoin jadi fokus utama, BTC malah hampir terjungkal ke US$ 30.000 Data dari Departemen Perdagangan menunjukkan, penjualan ritel
rebound 0,6% pada bulan Juni 2021 karena pengeluaran beralih kembali ke sektor layanan, memperkuat ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi dipercepat pada kuartal kedua.
Pada perdagangan akhir pekan ini, indeks Moderna Inc melonjak 10,3% ke rekor tertinggi setelah indeks S&P Dow Jones mengatakan, produsen obat itu akan bergabung dengan indeks S&P 500 mulai awal perdagangan tanggal 21 Juli, menggantikan Alexion Pharmaceuticals. Saham Cintas Corp juga meroket 4,6% setelah pialang menaikkan target harga pada saham penyedia layanan bisnis tersebut menyusul hasil kuartal keempatnya. Namun, saham Didi Global Inc kembali turun 3,2% setelah China mengirim pejabat negara dari setidaknya tujuh departemen, ke raksasa
ride-hailing itu guna melakukan tinjauan keamanan siber.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari