KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street kompak melemah pada akhir perdagangan Selasa (11/5) didorong oleh kenaikan harga komoditas dan kekurangan tenaga kerja yang memicu kekhawatiran inflasi dalam jangka panjang, meski ada jaminan dari Federal Reserve. Aksi jual tersebar cukup merata di seluruh sektor. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 473,66 poin atau 1,36% ke 34.269,16, S&P 500 turun 36,33 poin atau 0,87% ke 4.152,10 dan Nasdaq Composite turun 12,43 poin atau 0,09% ke 13.389,43. Dari 11 sektor utama S&P 500, hanya sektor manterial yang selamat ke zona hijau. Sedangkan sektor lainnya masuk zona merah. Sektor energi mencatat penurunan terbesar 2,6%.
Volume perdagangan saham di bursa AS mencapai 11,78 miliar saham dengan rata-rata 10,33 miliar saham dalam 20 hari perdagangan terakhir.
Baca Juga: Wall Street kembali turun, kegelisahan inflasi menyeret saham teknologi “Hari ini terasa seperti mengejar ketertinggalan dalam saham teknologi yang telah melemah sejauh bulan ini dan akhirnya meluas ke area lain di pasar dan kami melihat kelemahan yang lebih luas,” kata Ryan Detrick, ahli strategi pasar senior di LPL Financial di Charlotte , Carolina utara seperti dikutip
Reuters. Data ekonomi yang dirilis Departemen Tenaga Kerja menunjukkan pembukaan pekerjaan di perusahaan AS melonjak ke rekor tertinggi pada Maret. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pasokan tenaga kerja tidak mengikuti lonjakan permintaan karena pengusaha berebut untuk menemukan pekerja yang memenuhi syarat. Jaringan Burrito Chipotle Mexican Grill mengumumkan akan menaikkan upah rata-rata per jam para pekerjanya menjadi US$ 15, tanda lebih lanjut bahwa kekurangan pekerja dalam menghadapi kebangkitan permintaan dapat menambah bahan bakar untuk lonjakan inflasi. Kekurangan pekerja itu, bersama dengan kekeringan pasokan dalam menghadapi lonjakan permintaan dapat berkontribusi pada lonjakan harga yang tak terhindarkan, yang berulang kali dikatakan Federal Reserve AS tidak mungkin diterjemahkan ke dalam inflasi jangka panjang. "Kekhawatiran inflasi terus berlanjut," kata Detrick.
Baca Juga: Wall Street koreksi, S&P 500 dan Nasdaq anjlok terseret aksi jual saham teknologi "Masalah rantai pasokan ditambah dengan rekor stimulus ditambah dengan pasar tenaga kerja yang tampaknya lebih ketat semuanya berkontribusi pada kekhawatiran bahwa inflasi dapat cenderung lebih tinggi selama bulan-bulan musim panas."
"Saya tidak berpikir (pasar) mempercayai The Fed ketika mengatakan mereka tidak akan menaikkan suku sampai setelah 2023," tambah Detrick. "Itu bisa terjadi di mana pasar dan The Fed tidak melihat secara langsung." Pelaku pasar akan mengamati laporan IHK Departemen Tenaga Kerja, yang akan dirilis Rabu pagi, untuk tanda-tanda lebih lanjut dari potensi tekanan inflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi