Wall Street Menguat Setelah Turun Tajam di Sesi Sebelumnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wall Street menguat pada awal perdagangan Kamis (24/3). Indeks saham rebound dari penurunan tajam di sesi sebelumnya. Investor mengikuti rapat para pemimpin Barat saat krisis Ukraina memasuki bulan kedua.

Pukul 21.15 WIB, Dow Jones Industrial Average menguat 0,54% ke 34.545. Indeks S&P 500 menguat 0,51% ke 4.478. Sedangkan Nasdaq Composite menguat 0,17% ke 13.946.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan bertemu sekutu Eropa pada pertemuan puncak khusus NATO pada Kamis di tengah perselisihan mengenai apakah akan memberlakukan sanksi energi lebih lanjut terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina.


Baca Juga: Setoran Dividen Emiten di Sektor Ini Diperkirakan Bakal Naik, Apa Saja?

Meski berakhir turun pada hari Rabu, indeks utama Wall Street telah naik dalam lima dari tujuh sesi terakhir. Investor mengambil saham teknologi yang melemah. Harga minyak turun dari tertinggi multi-tahun di tengah harapan kemajuan dalam pembicaraan damai Ukraina.

"Ini adalah aksi beli saat harga turun klasik dan memungkinkan orang untuk menambahkan beberapa posisi inti seperti Apple, yang merupakan cerita jangka panjang yang bagus, dengan harga lebih murah," kata Greg Swenson, mitra pendiri Brigg Macadam seperti dikutip Reuters. Dia menambahkan aksi beli ini akan berlanjut ada ketegangan geopolitik dengan perang di Ukraina dan kemudian diikuti oleh volatilitas minyak dan gas.

Harga saham Apple naik 0,7% dalam perdagangan premarket dan berpotensi memperpanjang kenaikan ke hari kedelapan berturut-turut setelah terpukul awal bulan ini.

Baca Juga: LQ45 Naik Lebih Tinggi Ketimbang IHSG, Berikut Sektor-Sektor yang Masih Jadi Pemberat

Harga saham Wells Fargo dan Bank of America masing-masing naik 0,9% dan 0,7%, memimpin kenaikan di antara bank-bank besar. Bank-bank telah berkinerja buruk sejauh bulan ini bahkan ketika bank sentral AS pekan lalu menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2018.

Kekhawatiran kenaikan suku bunga agresif yang menghambat pertumbuhan ekonomi telah muncul karena sejumlah pejabat Federal Reserve berbicara tentang kenaikan suku bunga yang lebih besar.

"Jadi ada risiko besar bahwa mereka tidak akan berbuat cukup dan kemudian harus masuk jauh lebih agresif yang dapat menyebabkan resesi," kata Swenson.

Sementara itu, laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan aplikasi baru untuk tunjangan pengangguran AS turun ke level terendah dalam 52,5 tahun pekan lalu. Secara terpisah, data menunjukkan pesanan untuk barang tahan lama turun lebih dari yang diharapkan pada Februari.

Baca Juga: IHSG Diramal Masih Menguat, Cermati Pergerakan Saham PTPP, ERAA dan CTRA

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati