KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street tampak berotot di pekan ini. Tiga indeks utama sukses menguat sepanjang pekan yang baik bagi bursa saham Amerika Serikat (AS) ini. Jumat (25/3), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 153,3 poin atau 0,44% menjadi 34.861,24, indeks S&P 500 menguat 22,9 poin atau 0,51% ke 4.543,06 dan Nasdaq Composite turun 22,54 poin atau 0,16% menjadi 14.169,30. Dengan posisi tersebut, indeks Nasdaq dan S&P 500 mencatat kenaikan solid masing-masing 2% dan 1,8% di minggu ini. Sedangkan indeks Dow Jones, terlihat naik tipis 0,3% dalam sepekan.
Di minggu ini, sektor utilitas naik tajam, mencapai rekor tertinggi karena investor menyukai saham defensif dengan adanya perang Rusia-Ukraina yang masih berkecamuk setelah lebih dari sebulan. Sektor tersebut berakhir melonjak 3,5% untuk pekan ini. Sedangkan sektor energi juga melesat lebih dari 7% untuk minggu ini, menyusul kenaikan tajam harga minyak.
Baca Juga: Wall Street Bergerak Mixed, Indeks Saham AS Menuju Kenaikan Mingguan Nah, untuk sesi terakhir di pekan ini, sektor keuangan memberi dorongan terbesar pada indeks S&P 500 setelah baik 1,3%. Hal tersebut terjadi usai imbal hasil US Treasury melonjak ke level tertinggi dalam hampir tiga tahun. Sementara itu, sektor teknologi dan konsumen adalah dua sektor utama yang berakhir lebih rendah pada perdagangan kali ini. Alhasil, indeks Nasdaq berakhir lebih rendah, usai saham-saham pada sektor teknologi dan saham
big caps lainnya turun walau sempat reli di akhir sesi. Pada perdagangan ini, investor masih menilai seberapa agresif Federal Reserve akan memperketat kebijakan setelah Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa bank sentral perlu bergerak cepat untuk memerangi inflasi yang tinggi dan meningkatkan kemungkinan kenaikan suku bunga 50 basis poin di bulan Mei. Ekonom Citibank juga memperkirakan, The Fed akan mengerek suku bunga 50 basis poin sebanyak empat kali di tahun ini. Proyeksi ini sejalan dengan bank-bank di Wall Street lainnya dalam memperkirakan jalur pengetatan yang agresif dengan latar belakang melonjaknya inflasi. Bank sentral AS pekan lalu menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya sejak 2018. "Pasar benar-benar digerakkan secara makro," kata Steve DeSanctis,
Small- and Mid-Capitalization Equity Strategist Jefferies di New York. "Fundamental perusahaan tidak terlalu penting."
Baca Juga: Bikin Gentar, Rudal Monster Korea Utara Terbang Setinggi dan Sejauh Ini Imbal hasil US Treasury melonjak pada hari Jumat, dengan tenor acuan 10-tahun melonjak ke level tertinggi hampir tiga tahun. Pasar bergulat dengan inflasi tinggi dan The Fed yang dapat dengan mudah memicu penurunan karena secara agresif memperketat kebijakan. Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun terakhir berada di level 2,492%, setelah sebelumnya naik di atas 2,50% untuk pertama kalinya sejak Mei 2019.
"Pasar ekuitas menetapkan harga di lingkungan tingkat yang lebih tinggi," kata Keith Buchanan, manajer portofolio di Globalt Investments di Atlanta. Itu menyebabkan saham bank berkinerja lebih baik, sementara "menambahkan lebih banyak tekanan ke elemen pasar yang lebih berisiko," seperti saham pertumbuhan, katanya. Suku bunga pinjaman yang lebih tinggi menguntungkan bank, sementara suku bunga yang lebih tinggi negatif untuk saham teknologi dan pertumbuhan, yang penilaiannya lebih bergantung pada arus kas masa depan. Di sisi lain, Moskow memberi isyarat pada hari Jumat bahwa pihaknya mengurangi ambisinya di Ukraina untuk fokus pada wilayah yang diklaim oleh separatis yang didukung Rusia.
Editor: Anna Suci Perwitasari