KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street tumbang usai aksi jual besar-besaran yang didorong oleh kenaikan
yield US Treasury. Investor juga kian khawatir dengan kenaikan inflasi yang terus-menerus, dan negosiasi pagu utang yang kontroversial di Washington. Ketiga indeks saham utama Amerika Serikat (AS) turun hampir 2% lebih, dengan saham teknologi yang sensitif terhadap suku bunga dan saham yang berdekatan dengan teknologi menjadi beban karena investor kehilangan selera terhadap aset berisiko. Selasa (28/9), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 569,38 poin atau 1,63% menjadi 34.299,99. indeks S&P 500 kehilangan 90,48 poin atau 2,04% ke 4.352,63 dan indeks Nasdaq Composite turun 423,29 poin atau 2,83% ke posisi 14.546,68.
Itu adalah persentase penurunan satu hari terbesar indeks S&P 500 sejak Mei, dan terbesar untuk Nasdaq sejak Maret silam. Bahkan, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite juga berada di jalur untuk penurunan bulanan terbesar sejak September 2020. Setengah dari komponen pada indeks S&P 500 ditutup 10% lebih di bawah level tertinggi dalam 52 minggu. Itu termasuk 63 saham yang jatuh 20% atau lebih. Di antara 11 sektor utama pada indeks S&P 500, semua kecuali sektor energi berakhir melemah, dengan sektor layanan teknologi dan sektor komunikasi yang mengalami penurunan persentase paling tajam. Pada perdagangan kali ini, saham Microsoft Corp, Apple Inc, Amazon.com Inc dan Alphabet Inc yang memiliki bobot terbesar di indeks S&P dan Nasdaq, jatuh antara 2,4% dan 3,6%.
Baca Juga: Wall Street tumbang pada awal perdagangan Selasa (28/9) Sementara itu, sektor layanan komunikasi anjlok 2,8%, persentase penurunan satu hari terbesar di sektor ini sejak Januari. Sementara itu, indeks pertumbuhan S&P ditutup pada level terendah sejak Juli dan mencatat penurunan persentase satu hari terbesar sejak Februari. "Gambaran besarnya adalah lonjakan imbal hasil pada obligasi AS yang tiba-tiba dalam seminggu terakhir, yang telah menyebabkan mentalitas 'jual dulu, ajukan pertanyaan kemudian'," kata Ryan Detrick,
Senior Market Strategist LPL Financial di Charlotte, North Carolina. "(Tapi) ada banyak faktor yang membebani sentimen hari ini," tambah Detrick. Salah satunya adalah pembicaraan yang tak kunjung selesai di Washington terkait plafon utang dan tagihan pengeluaran serta potensi pajak yang lebih tinggi. Hal itu telah membebani jiwa investor secara keseluruhan dan telah menyebabkan aksi jual yang cukup besar di pasar saham. Indeks acuan juga menetapkan arah untuk kinerja kuartalan paling lemah sejak pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi global bertekuk lutut. Kelemahan merasuki sebagian besar kelas aset, termasuk emas, menunjukkan sentimen
risk-off yang meluas.
Yield US Treasury terus meningkat, dengan imbal hasil untuk tenor acuan 10-tahun mencapai level tertinggi sejak Juni. Hal tersebut terjadi karena ekspektasi inflasi memanas dan kekhawatiran tumbuh bahwa Federal Reserve dapat mempersingkat waktunya untuk pengetatan kebijakan moneternya. Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan, dia memperkirakan inflasi AS di akhir 2021 mendekati 4% dan memperingatkan anggota parlemen kegagalan mereka untuk mencegah penutupan pemerintah karena negara itu semakin dekat dengan kemampuan pinjamannya yang dapat menyebabkan "bahaya serius" bagi perekonomian.
Partai Republik di Senat tampaknya akan menghentikan upaya Demokrat untuk memperpanjang otoritas pinjaman pemerintah dan menghindari potensi gagal bayar kredit AS. Sebuah laporan Conference Board menunjukkan kepercayaan konsumen melemah secara tak terduga pada bulan September ke level terendah sejak Februari. Sementara itu, saham Ford Motor Co adalah salah satu dari sedikit titik terang, setelah naik 1,1% di tengah berita bahwa mereka akan bergabung dengan perusahaan baterai Korea, SK Innovation, untuk menginvestasikan US$ 11,4 miliar untuk membangun pabrik perakitan F-150 listrik dan tiga pabrik baterai AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari