KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street ditutup koreksi tajam pada perdagangan Kamis (18/3). Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 0,46% ke level 32.862,3 poin, indeks S&P 500 melemah 1,48% menjadi 3.915,47 dan Nasdaq Composite ambles 3,02% ke posisi 13.116,17. Itu adalah penurunan satu hari paling curam pada indeks Nasdaq sejak 25 Februari silam. Di mana, sektor energi pada indeks S&P 500 jatuh 4,7% karena pelemahan harga minyak, sebagian karena kekhawatiran tentang meningkatnya kasus Covid-19 di Eropa. Selain karena kekhawatiran baru tentang pandemi Covid-19 di Eropa, kejatuhan bursa saham Amerika Serikat (AS) ini terjadi saat
yield US Treasury melesat.
Pelemahan di bursa saham AS dipercepat setelah perdana menteri Prancis memberlakukan penguncian selama sebulan di Paris dan beberapa wilayah lain karena krisis kesehatan yang kembali muncul. "Serangan terakhir itu berasal dari berita penguncian Paris. Itu tidak diterima dengan baik," kata Joe Saluzzi,
co-manager of trading Themis Trading di Chatham, New Jersey. "Di sini, di Amerika Serikat, kami mengantisipasi pembukaan kembali besar-besaran ini dan virus terlihat baik, tetapi kami tidak melihatnya di luar AS, dan tidak semuanya baik-baik saja," lanjut dia. Indeks nilai Russell 1000, yang terdiri dari saham-saham siklus seperti saham sektor keuangan dan energi, turun 0,6%, sedangkan indeks pertumbuhan Russell 1000, yang mencakup saham-saham teknologi, ambles lebih dari 2%.
Yield pada obligasi AS untuk tenor 10 tahun tembus ke atas 1,75%, untuk mencapai tertinggi dalam 14 bulan, sehari setelah Federal Reserve memproyeksikan pertumbuhan ekonomi terkuat dalam hampir 40 tahun saat krisis Covid-19 mereda.
Baca Juga: Wall Street mixed akibat rotasi portofolio investor dari saham teknologi Federal Reserve pun kembali mengulangi janjinya untuk mempertahankan suku bunga dengan target mendekati nol untuk tahun-tahun mendatang. "The Fed hanya mengatakan mereka tidak akan menaikkan suku bunga sampai 2023, dan itu benar-benar tidak berarti apa-apa," kata Tim Ghriskey,
Chief Investment Strategist Inverness Counsel di New York. "The Fed berada di sela-sela, tetapi jika
yield obligasi terus naik, itulah yang benar-benar merugikan perekonomian." Saham Apple Inc dan Amazon.com Inc, keduanya turun lebih dari 3% pada perdagangan di sesi tersebut. Saham teknologi dan pertumbuhan lainnya, yang sangat sensitif terhadap kenaikan imbal hasil karena nilainya sangat bergantung pada pendapatan jauh ke masa depan, yang didiskon lebih dalam saat imbal hasil obligasi naik. Paket stimulus senilai US$ 1,9 triliun yang baru disahkan, memicu kekhawatiran kenaikan inflasi dan berkontribusi pada lonjakan
yield obligasi AS tenor panjang. Menggarisbawahi pemulihan yang terhuyung-huyung di pasar tenaga kerja, data menunjukkan jumlah orang Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran secara tak terduga naik pada minggu lalu. Sebuah laporan terpisah menunjukkan indeks bisnis Philly Fed melonjak lebih dari yang diharapkan, ke level tertinggi sejak 1973.
Di sisi lain, saham Accenture naik 1% setelah perusahaan konsultan IT menaikkan perkiraan pendapatan setahun penuh dan melaporkan pendapatan kuartal kedua di atas perkiraan analis, karena lebih banyak bisnis menggunakan layanan digitalnya untuk mengalihkan operasi ke cloud. AMC Entertainment naik lebih dari 3% setelah operator bioskop mengatakan akan membuka 98% lokasinya di AS mulai Jumat. Sedangkan, saham Dollar General Corp turun 4,65%, setelah pengecer tersebut memperkirakan penjualan toko secara tahunan dan laba di bawah perkiraan. Ini menunjukkan bahwa pandemi, memicu penurunan harga barang-barang lebih besar dari yang diharapkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari