KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menilai pembiayaan melalui skema syariah cocok untuk pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengarahkan agar PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) didorong untuk meningkatkan pembiayaan segmen
wholesale khususnya sindikasi dan sektor riil, Menurut Kartika atau akrab dipanggil Tiko, di Indonesia pembiayaan
wholesale dengan skema syariah masih jarang ditemukan, padahal skema ini sudah umum terjadi di negara-negara lainnya seperti di di London Inggris, Dubai Uni Emirat Arab, dan Malaysia.
Baca Juga: Kementerian BUMN Ingin Bank Syariah Indonesia Jadi Global Wholesale Banking “Kita ingin melakukan sosialisasi bahwa struktur syariah itu sebenarnya yang paling tepat untuk pembiayaan-pembiayaan infrastruktur atau pembiayaan jangka panjang pemerintah, seperti BUMN. Jadi contohnya jalan tol, perkeretaapian, pembangkit listrik itu sebenarnya paling cocok di BSI, dengan struktur syariah,” ujar Tiko pada acara BSI Global Islamic Finance Summit 2023 (GIFS), Rabu (15/2) di Jakarta. Lanjut Tiko, pada acara GIFS ini, Kementerian BUMN mengapresiasi BSI untuk terus meningkatkan literasi dan sosialisasi kepada para pelaku usaha, CFO-CFO, direktur keuangan maupun investor juga paham bahwa struktur syariah itu cocok untuk pembiayaan pembangunan Indonesia yang tepat di sektor-sektor rill. Tiko menyebut pembiayaan di sisi
wholesale memiliki banyak keuntungan bagi BSI, salah satunya adalah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih berkelanjutan dan jangka panjang ketimbang DPK yang didapat dari sisi retail. Menurut Tiko, saat ini BSI memiliki potensi yang besar untuk menggarap sisi
wholesale karena pembiayaan tersebut membukukan nilai mencapai Rp 57,18 Triliun tumbuh 15,80% secara
year on year. Pencapaian ini menjadikan
wholesale sebagai segmen terbesar kedua setelah segmen konsumer. Ini menunjukkan bahwa BSI berada pada posisi yang baik untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan sektor riil di Indonesia. “BSI saat ini mampu menjadi katalis pertumbuhan perbankan syariah yang lebih tinggi daripada perbankan nasional. Hal ini menjadikan diversifikasi bisnis syariah yang mendorong dari personal
banking menuju kolaborasi perbankan
wholesale-retail sebagai sumber pertumbuhan bisnis baru,” tutur Tiko. Untuk merealisasikan potensi keuangan syariah secara maksimal dalam mendukung pengembangan sektor riil di Indonesia, lanjut Tiko, BSI harus terus fokus mengembangkan produk perbankan syariah yang inovatif dan kompetitif. Tentunya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan industri, serta tetap sesuai dengan prinsip syariah. Kementerian BUMN berkomitmen mendorong pertumbuhan ekonomi syariah nasional dengan memperkuat dan memperluas ekonomi keuangan syariah.
Baca Juga: Wamen BUMN: BRI dan BNI Bakal Keluar dari BRIS, Diganti dengan Bank Global “Optimalisasi seluruh potensi pengembangan bisnis syariah memerlukan inovasi dan transformasi model bisnis dan proses bisnis untuk memberikan daya tarik yang lebih tinggi kepada nasabah dan calon nasabah. BSI diharapkan tumbuh
beyond banking, organik, dan
beyond Indonesia untuk mengoptimalkan potensi tersebut,” tutupnya. Apa yang diungkapkan oleh Tiko sejalan dengan yang disampaikan oleh profesor Hukum dan Keuangan Islam dari Durham University, Prof Habib Ahmed. Menurut Ahmed, bank syariah sekarang perlu melakukan investasi di sektor infrastruktur untuk pembangunan ekonomi. Habib mengungkapkan bank-bank syariah di Indonesia saat ini masih lebih banyak melakukan investasi di sektor pendidikan dan kesehatan ketimbang infrastruktur. “Di Indonesia, investasi yang dilakukan bank syariah di sektor infrastruktur masih di angka 2,4%, sementara pendidikan dan kesehatan hampir dua kali lipatnya di angka 4,7%. Ini berbanding terbalik dengan negara-negara yang juga memiliki bank syariah di dunia,” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .