Wamenkeu Anggito Sebut Ada Potensi Penerimaan Pajak Banyak dari Judi Online



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan melihat masih tingginya pelaku shadow economy, yang mengganggu potensi penerimaan pajak. Sebab, Shadow economy merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sulit dikenakan pajak.

Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu menyampaikan, salah satu shadow economy adalah judi online. Ia melihat saat ini masih marak perjudian online yang dilakukan masyarakat, seperti judi bola.

Data terakhir, Kementerian Kominfo menunjukkan bahwa nilai transaksi judi online melalui dompet digital telah melebihi Rp 5,6 triliun.


“Sudah ada angkanya, saya kemarin juga merinding angka yang disampaikan oleh Kominfo itu. Waduh, jumlahnya sudah banyak sekali,” tutur Anggito dalam Rapat Terbuka Senat: Puncak Dies Natalis ke-15 & Lustrum III Sekolah Vokasi UGM Tahun 2024, Senin (28/10).

Baca Juga: Wacana Badan Penerimaan Negara

Meski begitu, Anggito tidak secara lantang menyebut akan menerapkan tarif pajak terhadap sistem perjudian. Ia hanya menyebut, ada potensi penerimaan pajak yang besar dari judi online tersebut.

“Sudah nggak kena denda, dianggap tidak haram, nggak bayar pajak lagi. Padahal kan dia menang itu. Kalau dia dapat winning itu kan nambah PPh (pajak penghasilan),” ungkapnya.

Meski begitu, tidak akan mudah memang menerapkan tarif pajak pada judi online. Mengingat saat ini sistem judi online masih ilegal. Ditambah kata Anggito, saat menang, pelaku judi online tidak mungkin secara sadar melaporkan penghasilannya dari perjudian tersebut.

Maka dari itu, Ia berharap Ditjen Pajak bisa lebih terbuka dan teliti lagi mencari celah penerimaan pajak tambahan yang sebenarnya belum terjamah.

“Jadi teman-teman pajak mesti pintar, untuk mencari ada tambahan super income yang berasal dari underground economy,” tambahnya.

Pada tahun lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi sempat melontarkan usulan pungutan pajak judi online untuk mengurangi minat orang melakukan judi online.

Usulan tersebut dilontarkan karena perputaran uang di industri tersebut mencapai hingga US$ 9 miliar per tahun. Budi berpendapat pernyataan itu seiring masih masifnya praktik judi online dan masih sedikitnya pemberantasan di Indonesia.

Meski begitu, usulan tersebut ditentang oleh banyak pihak, termasuk anggota DPR RI.

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun pun mengkritisi wacana pungutan pajak atas judi online yang dilontarkan Menkominfo ini.

Politikus Partai Golkar itu menuturkan, saat ini tidak ada rencana dari pemerintah untuk membuat usulan terkait undang-undang (UU) pemungutan judi online sebagai objek pajak baru di Indonesia.

Misbakhun menjelaskan, harus dilakukan legalisasi judi terlebih dahulu apabila pemerintah ingin memungut pajak atas judi online, karena negara tidak memungut pajak dari objek yang masih ilegal dari sisi hukum positif di Indonesia.

Adapun pelarangan judi online tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 27 ayat (2), sebagaimana yang telah diubah oleh UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang ITE.

Selain itu, Misbakhun juga mempertanyakan kejelasan dari kategori objek dan subjek dalam pajak judi online apabila wacana tersebut ingin diberlakukan.

"Kalau belum jelas kategorisasinya maka sebaiknya wacana tersebut jangan dilontarkan ke publik, karena konsepsi yang belum jelas bentuk hanya menimbulkan kontroversi dan menjadi perdebatan publik yang tidak perlu," kata Misbakhun kepada Kontan.co.id, Jumat (8/9/2023).

Untuk itu, dia mengimbau kepada Menkominfo, jika ingin mewacanakan pungutan pajak atas judi online, sebaiknya konsep dari usulan tersebut dimatangkan terlebih dulu. Lalu, mempersiapkan UU ke DPR untuk dibahas dan dibuatkan persetujuannya.

Baca Juga: Berantas Judi Online, Menkopolkam Budi Gunawan: Tak Boleh Main-Main Lagi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati