Wamenkeu beberkan penyebab anggaran energi menipis pada 2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyampaikan bahwa pada tahun 2020 terdapat penurunan anggaran subsidi energi menjadi Rp 108,8 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 136,9 triliun di tahun 2019.

Penurunan ini adalah turunnya pemakaian energi, efek dari diberlakukannya PSBB akibat pandemi Covid 19. Jika pemakaian menurun, maka volumenya pun akan ikut turun yang berakibat pula pada penurunan subsidi energi.

“Karena pemerintah dari awal sudah memperkirakan pemakaian akan turun dan masyarakat tidak mendapatkan manfaat secara langsung dari subsidi energi maka khusus untuk tahun 2020 didesain beberapa program yang sebenarnya sifatnya adalah untuk membantu masyarakat,” jelas Suahasil dalam Rapat Kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI, Kamis (4/2).


Pada raker yang  membahas Penelahaan terhadap LHP BPK RI terkait Kebijakan Pengelolaan Subsidi Energi, Suahasil memaparkan program untuk membantu masyarakat adalah Program PEN Tahun 2020 terkait energi, antara lain diskon listrik untuk target/sasaran rumah tangga, bisnis dan industri kecil, serta pelanggan listrik dengan daya 450 VA diberikan diskon 100%.

Baca Juga: Fasilitas KUR bisa digunakan untuk bangun Pertashop

Sementara untuk rumah tangga pelanggan daya 900 VA diberikan diskon 50%. Seluruh bantuan subsidi tersebut berlaku selama 9 bulan. Selain itu, bentuk subsidi lainnya yaitu pembebasan rekening minimum, biaya beban, dan abonemen selama 6 bulan untuk golongan sosial, bisnis dan industri.

“Di tahun 2021 diperkirakan subsidi energi sebesar Rp 110,51 triliun. Kebijakan subsidi yang dilakukan dalam rangka pemulihan ekonomi itu untuk diskon listrik ya masih sama dengan tahun 2020, pelanggan 450 VA dan 900 VA mendapatkan diskon dan juga ada pembebasan rekening minimum,” tambah Wamenkeu.

Sementara, untuk temuan signifikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2019 terkait subsidi energi adalah kebijakan penyelesaian kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik yang belum didukung dengan mekanisme penganggaran yang memadai.

Sehingga, BPK merekomendasikan untuk menyusun mekanisme penganggaran berbasis kinerja atas kebijakan kompensasi BBM dan tarif tenaga listrik (TTL) sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003.

Terkait temuan BPK tersebut, Suahasil memaparkan tindak lanjut yang telah dilakukan adalah melakukan revisi PMK No. 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.

Selain itu, juga dilakukan revisi PMK Nomor 227/PMK.02/2019 tentang Tata Cara Penyediaan Pencairan dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan HJE BBM dan TTL yang sekarang memasuki tahapan proses harmonisasi kebijakan.

Selanjutnya: Wamenkeu: Program kartu prakerja sukses, anggaran ditambah jadi Rp 20 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli