Wanti-wanti Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap APBN 2024



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Gejolak pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan mempengaruhi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.

Adapun dalam APBN 2024, pemerintah dan DPR RI telah menyepakati nilai tukar Rupiah sebesar Rp 15.000 per dolar AS.

Kendati begitu, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Wahyu Utomo mengatakan, secara umum nilai tukar yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp 15.000 per dolar AS merupakan rata-rata setahun, sedangkan saat ini dinamika nilai tukar masih perlu dimonitor perkembangannya dan belum merefleksikan nilai rata-rata setahun.


Baca Juga: Utang Pemerintah Terus Naik, Segini Beban Utang yang Harus Ditanggung Setiap Warga

"Namun pemerintah senantiasa memonitor perkembangannya. Sejauh ini dampak dinamika nilai tukar masih terkendali dalam batas manageable," ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (6/3).

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat bahwa nilai tukar Rupiah akan mengalami penguatan pada semester II-2024 dengan mempertimbangkan momentum pasca pemilu dan di tengah ekspektasi penurunan suku bunga acuan BI rate.

Oleh karena itu, dirinya memperkirakan rata-rata nilai tukar Rupiah sepanjang 2024 akan berada pada kisaran Rp 15.300 per dolar AS.

"Artinya potensi pelebaran defisit APBN yang dipengaruhi oleh pelemahan Rupiah, dapat dimitigasi sehingga mendukung ketahanan dan keberlanjutan fiskal Indonesia," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (6/3).

Namun, Josua menjelaskan, dari sisi pendapatan negara, fluktuasi nilai tukar Rupiah akan berpengaruh terutama pada penerimaan yang terkait dengan aktivitas perdagangan Internasional, seperti pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) impor, bea masuk dan bea keluar.

Baca Juga: Otot Rupiah Semakin Tertekan oleh Ketidakpastian Pasar Amerika Serikat

Selain itu, perubahan nilai tukar Rupiah juga akan berdampak pada penerimaan PPh migas dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA Migas.

"Jika Rupiah melemah maka penerimaan negara dalam dolar AS akan lebih besar jika dikonversi ke Rupiah," katanya.

Namun, pada sisi belanja negara, perubahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS akan berpengaruh terhadap pembayaran bunga utang, subsidi energi, serta dana bagi hasil (DBH) migas akibat perubahan PNBP SDA migas. Oleh karena itu, Rupiah yang melemah akan meningkatkan beban negara.

"Hasilnya memang dampak pada belanja negara akan lebih dominan daripada pendapatan negara. APBN pun akan berisiko terjadi pelebaran defisit," terang Josua.

Josua menambahkan, setiap pelemahan nilai tukar Rupiah sebesar Rp 100 per dolar AS, maka akan berimplikasi pada peningkatan penerimaan negara sebesar Rp 4 triliun dan peningkatan belanja negara sebesar Rp 10,2 triliun.

"Sehingga (pelemahan nilai tukar Rupiah) mendorong pelebaran defisit sebesar Rp 6,2 triliun," katanya.

Baca Juga: Gubernur BI Beberkan Progres Rupiah Digital

Sementara itu, Chief Economist at Bank Syariah Indonesia, Banjaran Surya Indrastomo menilai bahwa sejauh ini APBN 2024 masih mampu menahan dampak pelemahan Rupiah.

Menurutnya, pelemahan Rupiah kali ini berkaitan dengan kondisi global dan rilis beberapa laporan baik di AS maupun Eropa.

"AS terindikasi kontraksi, inflasi akan terem (berhenti), memberikan indikasi dampak high rate fed dan kemungkinan reversal soon. Euro yang diprediksi terkontraksi berbalikan. Sudah seminggu dan ini kami yakini temporer," kata Banjaran.

"Masih terlalu dini untuk panik dengan asumsi kurs tetapi kami yakin akan terbalik," imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .