JAKARTA. Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung usulan sejumlah pihak agar Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Wapres menyadari, untuk memecahkan kasus tersebut butuh langkah khusus. "Sangat baik kalau KPK mengambil alih kasus itu. Pemeriksaan demi pemeriksaan memang hanya bisa ditembus dengan cara extraordinary," katanya di Istana Wapres, Jumat (19/9).Langkah khusus itu, kata Wapres, hanya bisa dilakukan oleh KPK. Lembaga super body ini memiliki kewenangan yang tidak dimiliki Kejaksaan dan Kepolisian. Seperti melakukan penggeledahan setiap saat dan menyadap telepon. "Kekuasaan seperti itu yang punya hanya KPK. Kalau Kejaksaan dan Polisi hanya cara normal," katanyaKesempatan bagi KPK untuk mengambil alih kasus BLBI pun sangat terbuka. Pasalnya, UU KPK sendiri mengamanatkan, bila ada kasus yang mandek di kejaksaan dan kepolisian maka kasus tersebut bisa diambil alih oleh KPK. Tapi bukankah KPK tak punya kuasa untuk memeriksa semua kasus yang terjadi sebelum KPK ada? Itu benar. KPK memang pernah menolak untuk mengusut kasus BLBI. Para pemimpin institusi ini beralasan kasus BLBI terjadi sebelum KPK berdiri, sementara UU KPK tak berlaku surut. Meski terkendala asas retroaktif, JK melihat peluang KPK untuk terlibat belum sepenuhnya tertutup. Menurut Ketua Umum Partai Golkar ini, karena di belakang hari muncul kasus pidana yang terkait dengan BLBI (kasus urip), KPK bisa ikut mengusut. Sekadar mengingatkan, Jaksa Urip Tri Gunawan tertangkap tangan menerima suap US$ 660 ribu dari orang kepercayaan Sjamsul Nursalim, Artalyta Suryani. Uang terima kasih senilai Rp 6 miliar ini diduga terkait dengan penghentian penyelidikan kasus BLBI oleh tim dari Kejaksaan Agung. Pengadilan Tipikor kemudian menghukum Urip 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan.Bagi wapres, kasus suap Urip ini bisa dijadikan pintu masuk bagi KPK untuk terlibat. Selain itu, masih menurut Wapres, Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) juga masih mungkin dicabut. Kasus tersebut bisa kembali dibuka jika Kejaksaan menemukan bukti-bukti yang tidak sesuai dengan aturan hukum, "Tentu bisa saja dicabut,” ujarnya. Tapi sayang, antusiasme wapres ini tidak sejalan dengan semangat Jaksa Agung. Di dalam rapat kerja dengan komisi III DPR 8 September silam, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan kasus Urip tidak memiliki hubungan dengan penyelidikan kasus BLBI. “BLBI adalah kasus perdata, sementara kasus suap adalah pidana,” katanya. Karena tidak ada keterkaitan, Jaksa Agung menilai vonis Urip tidak bisa dijadikan alat bukti baru untuk membuka kembali kembali kasus BLBI (BDNI). Keengganan Hendarman bahkan tak berhenti di situ. Dia juga menolak menindak jaksa lain yang menangani kasus BLBI Sjamsul Nursalim, atas dasar keluarnya putusan terhadap Urip. Hendarman beralasan kasus Urip sudah menjadi urusan KPK. Sementara nasib jaksa lainnya, yang dikait-kaitkan dengan kasus ini, menunggu hasil pemeriksaan internal Kejaksaan. “Saya tidak mau overlapping, pidana sudah masuk KPK,” katanya, 8 September silam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Wapres : KPK Bisa Ambil Alih Kasus BLBI
Oleh: Yohan Rubiyantoro
Nurul Kolbi
Nurul Kolbi
Jumat, 19 September 2008 15:15 WIB