KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dapat segera dibahas pemerintah dan DPR. Terlebih RUU tersebut telah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2023. Ma'ruf mengatakan, salah satu urgensi adanya RUU Perampasan Aset untuk mengoptimalkan pemulihan keuangan negara dari suatu tindak pidana. Misalnya, perampasan aset yang didapat dengan cara yang tidak sah atau terdapat unsur korupsi, maka aset tersebut dapat dirampas/diambil sehingga uang negara kembali lagi ke negara.
Baca Juga: Aturan Perampasan Aset Perlu Segera Dibahas Kemudian, Wapres meminta aset yang dikumpulkan dari perampasan aset dikelola dengan baik. "Jadi untuk kepentingan negara," ujar Ma'ruf di Kalimantan Selatan, Selasa (11/4). Lebih lanjut, Wapres berharap semua pihak dapat memahami pentingnya RUU Perampasan Aset. Sehingga nantinya diharapkan pihak yang belum setuju menjadi setuju dengan adanya RUU Perampasan Aset. "Pemerintah akan meminta dan mendorong supaya pihak pihak yang belum bersetuju, supaya bisa memahami bahwa ini bukan untuk kepentingan siapa siapa, hasilnya untuk rakyat," jelas Ma'ruf. Sebelumnya, Direktur Hukum dan Regulasi PPATK Fithriadi Muslim menyampaikan, kementerian/lembaga telah membahas naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset. Secara umum kementerian/lembaga telah menyetujui pembahasan RUU tersebut. Sebelum diterbitkan surat presiden untuk disampaikan ke DPR, terlebih dahulu enam pimpinan kementerian/lembaga memberikan paraf persetujuan. Yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Menteri Hukum dan HAM, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan Kapolri. Diharapkan, pengiriman surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset dapat segera dikirim pada masa penutupan masa sidang ini. "Kita berharap di pembukaan masa sidang berikutnya sudah dibacakan (surpresnya di DPR)," ucap Fithriadi saat dihubungi Kontan, Senin (3/4). Fithriadi mengatakan sejumlah poin yang disepakati dalam RUU Perampasan Aset. Pertama, terkait lembaga pengelola aset rampasan. Disepakati pengelolaan aset diserahkan ke Kejaksaan Agung karena telah memiliki Pusat Pemulihan Aset (PPA). Kemudian, RUU Perampasan Aset mengatur konsep perampasan aset secara
non-conviction bassed asset forfeiture. RUU tersebut akan mengatur konsep pembuktian terbalik (
illicit enrichment). Hal itu akan diatur dengan syarat dan mekanisme yang ketat agar tidak ada penegak hukum yang
abuse.
Baca Juga: Jokowi Desak RUU Perampasan Aset Untuk Segera Diselesaikan DPR "Semua mekanisme yang
fair, dibawa ke pengadilan, semua punya kesempatan untuk mengajukan klaim, dalil-dalil untuk menunjukkan kepemilikan yang sah atas aset tersebut," terang Fithriadi. Selain itu, RUU Perampasan Aset juga dapat membantu tugas dan fungsi PPATK dalam rezim anti pencucian uang. Sebab, terkadang PPATK hanya menemukan asetnya dan tidak menemukan pemilik aset tersebut. "Misalnya untuk kasus judi
online, orangnya
ngga muncul, asetnya berhasil kita bekukan," ujar Fithriadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .