Isu rangkap jabatan sejumlah pejabat tinggi negara memicu kontroversi. Tapi, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru berpendapat sebaliknya. Dia bahkan merasa tidak keberatan pejabat eselon I merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN. Alasannya, BUMN adalah perusahaan milik negara, yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah. "Sementara, komisaris adalah wakil pemegang saham. Negara kan harus ada wakilnya, jadi itu sah-sah saja," katanya di Istana Wapres, Jumat (13/6).Kalla memang meminta, rangkap jabatan tersebut jangan sampai berlebihan agar pejabat tersebut bisa fokus dengan pekerjaannya. "Jangan sampai ada pejabat jadi komisaris di lima tempat," ungkapnya. Kalla juga menguraikan, selain pejabat, posisi komisaris juga bisa dijabat oleh orang-orang dari kalangan profesional dan pensiunan. Tapi, ia khawatir kalangan profesional dan pensiunan justru tidak bisa mewakili kepentingan pemerintah dan kurang cakap dalam menjalankan tugasnya di BUMN. "Bagaimana nanti ia berhubungan dengan pemegang saham, nanti justru tidak mengerti dan tidak bisa mewakili pemerintah," tambahnya.Menurut Kalla, yang menjadi permasalahan dalam rangkap jabatan adalah penerimaan gaji dobel, baik sebagai pejabat dan juga sebagai komisaris BUMN. Namun, dari sisi fungsi, lanjut Kalla, sebetulnya rangkap jabatan tersebut masih diperlukan. "Kalau gaji dobel, ya tentunya harus ada penyesuaian," jelasnya. Dia juga memaklumi pejabat yang memperoleh gaji dobel sebagai komisaris. Berdasarkan UU Perseroan Terbatas, komisaris memiliki tanggung jawab besar terhadap pengelolaan sebuah perusahaan. "Tanggung jawab direksi dan komisaris itu sama," katanya.
Wapres : Rangkap Jabatan Wajar
Isu rangkap jabatan sejumlah pejabat tinggi negara memicu kontroversi. Tapi, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru berpendapat sebaliknya. Dia bahkan merasa tidak keberatan pejabat eselon I merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN. Alasannya, BUMN adalah perusahaan milik negara, yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah. "Sementara, komisaris adalah wakil pemegang saham. Negara kan harus ada wakilnya, jadi itu sah-sah saja," katanya di Istana Wapres, Jumat (13/6).Kalla memang meminta, rangkap jabatan tersebut jangan sampai berlebihan agar pejabat tersebut bisa fokus dengan pekerjaannya. "Jangan sampai ada pejabat jadi komisaris di lima tempat," ungkapnya. Kalla juga menguraikan, selain pejabat, posisi komisaris juga bisa dijabat oleh orang-orang dari kalangan profesional dan pensiunan. Tapi, ia khawatir kalangan profesional dan pensiunan justru tidak bisa mewakili kepentingan pemerintah dan kurang cakap dalam menjalankan tugasnya di BUMN. "Bagaimana nanti ia berhubungan dengan pemegang saham, nanti justru tidak mengerti dan tidak bisa mewakili pemerintah," tambahnya.Menurut Kalla, yang menjadi permasalahan dalam rangkap jabatan adalah penerimaan gaji dobel, baik sebagai pejabat dan juga sebagai komisaris BUMN. Namun, dari sisi fungsi, lanjut Kalla, sebetulnya rangkap jabatan tersebut masih diperlukan. "Kalau gaji dobel, ya tentunya harus ada penyesuaian," jelasnya. Dia juga memaklumi pejabat yang memperoleh gaji dobel sebagai komisaris. Berdasarkan UU Perseroan Terbatas, komisaris memiliki tanggung jawab besar terhadap pengelolaan sebuah perusahaan. "Tanggung jawab direksi dan komisaris itu sama," katanya.