Warga Cilamaya tolak pembangunan pelabuhan



JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan belum mengambil keputusan apapun tentang rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Rencana pembangunan pelabuhan berkelas internasional ini mendapat tentangan dari berbagai pihak.

 Asep Saefuddin Abbas, Koordinator Gerakan Masyarakat Tolak Pelabuhan Cilamaya (Gemas) menyampaikan ia tidak mendengar poin apapun yang disampaikan Presiden Jokowi. "Sampai detik ini pun Presiden belum menyampaikan keputusan apapun soal Pelabuhan Cilamaya, " kata dia Rabu malam, (11/03).

Asep berhasil menemui Presiden Jokowi di Istana Negara setelah melakukan aksi unjuk rasa menentang rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya di depan Istana Negara kemarin. Pihak istana sendiri mengizinkan dua orang perwakilan berdialog dengan Presiden Jokowi.


Pada kesempatan tersebut, Asep menyampaikan aspirasi dan sikap warga Cilamaya yang menolak rencana pembangunan pelabuhan di wilayahnya karena akan merugikan rakyat. Menurut Asep, Presiden menegaskan bahwa dirinya belum mengambil keputusan apapun soal Cilamaya. "Kalau ada anak buah saya yang menyampaikan, bahwa Presiden sudah menyampaikan keputusan, itu sama dengan kebohongan publik," tutur Asep menirukan ucapan Jokowi.

Kepada Presiden Jokowi, Asep menyampaikan berbagai dampak jika pemerintah tetap memaksa membangun Pelabuhan Cilamaya. Di antaranya, minimal 150.000 hektare (ha) sawah akan beralih fungsi. Menurutnya, sawah produktif yang sudah turun temurun itu akan hilang jika Pelabuhan Cilamaya dipaksakan dibangun. "Presiden sangat kaget mendengar itu" ucapnya.

Terkait ketidakpastian yang meresahkan warga Cilamaya dan berbagai elemen lainnya, Presiden Jokowi berjanji segera mengirim tim independen untuk melakukan kajian secara holistik dan komprehensif, termasuk membuat Feasibility Study (FS). "Saya sampaikan ke Presiden, sudah ada patok-patok oleh perusahan Jepang. Japan International Cooperation Agency (JICA) yang melakukan pematokan itu. Kemudian, sudah terjadi pemborongan tanah, apakah itu dari makelar atau apa, berupa tanah sawah, darat, dan perkebunan," kata Asep.

Selain mengancam petani,  pembangunan pelabuhan juga mengakibatkan produksi minyak dan gas di Blok Offshore North West Java (ONWJ) terhenti. "Gas ONWJ itu adalah bahan baku untuk Pupuk Kujang dan pupuk itu digunakan petani Karawang dan sekitarnya. Listrik Jakarta terancam padam," kata Asep.

Selain itu, terumbu karang dan produksi rumput laut terbesar di Karawang yang berlokasi di lepas pantai Desa Pasir Putih, Cilmaya, pun akan terancam jika pemerintah membangun pelabuhan di sana. Alhasil, jika tetap dipaksakan tentu akan berdampak terhadap lingkungan dan biota laut lainnya akan hilang.

"Itu kontraproduktif dengan yang disampaikan Menteri Susi, sampai beliau berani melawan nelayan yang mendemo peraturan menteri kelautan," kata Asep.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia