Warga Wuhan mencari jawaban: Kami yakin jumlah korban tewas akibat corona lebih besar



KONTAN.CO.ID - WUHAN. Ini cerita tentang sejumlah warga Wuhan, China, yang tengah mencari jawaban soal korban virus corona di daerahnya. Kontan melansirnya dari South China Morning Post. 

Seorang warga Wuhan, Tian Xi, mengatakan dia masih tidak bisa mengeluarkan suara jeritan dari kepalanya. Waktu itu sekitar tengah hari pada tanggal 4 Februari dan dia secara sukarela membantu memberikan masker medis dan persediaan lainnya di kota Wuhan, China tengah, sebagai bagian dari perang melawan pandemi virus corona.

Ketika ia memasuki satu kompleks perumahan dengan pengiriman, empat pria dengan peralatan medis pelindung penuh membawa tas mayat hitam di lantai bawah, diikuti oleh dua wanita meratap. "Tangisan mereka sangat histeris," ceritanya.


Baca Juga: Negara Barat meragukan data corona, ini jawaban China

Para lelaki memasukkan mayat itu ke dalam sebuah van, yang sudah memiliki beberapa mayat lain di dalamnya.

Lebih dari dua bulan kemudian, dia bilang dia ingin melupakan hari itu tetapi kenangan dan kejutan saat itu tetap bersamanya.

"Aku tidak ingin ini tetap bersamaku seumur hidupku," katanya. "Ini sangat menakutkan."

Kejadian itu selang dua minggu setelah penutupan di Wuhan, pusat awal pandemi yang telah menginfeksi sekitar 2 juta orang di seluruh dunia dan merenggut 140.000 nyawa.

Baca Juga: Kematian corona di AS 20.000, China 3.000, Trump: Anda percaya data itu?

Tian, ​​perwakilan penjualan untuk perusahaan drone, adalah satu dari lusinan orang di Wuhan, yang berbagi beberapa momen paling dramatis dalam hidup mereka ketika wabah merebak di Wuhan. Mereka juga punya pertanyaan.

Bagi Tian, ​​33 tahun, salah satu pertanyaan besar adalah apa yang terjadi pada sistem pengendalian penyakit peringatan dini yang dikembangkan dan didirikan China setelah wabah sindrom pernafasan akut parah (Sars) 17 tahun sebelumnya.

Dia juga ingin tahu mengapa para dokter Wuhan pertama yang membunyikan alarm tentang virus dibungkam oleh polisi setempat. “Tiongkok menghabiskan jutaan dolar untuk sistem peringatan dini penyakit menular. Mengapa itu gagal? Kami memiliki whistle-blower, mengapa mereka ditegur?" tanyanya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie