Warisan kerugian besar di Garuda



JAKARTA. Babak baru kepemimpinan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk akan dimulai hari ini (12/12). Kalau tak molor, hari ini, maskapai penerbangan pelat merah itu akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) untuk menunjuk direktur utama baru, menggantikan Emirsyah Star yang mengundurkan diri.

Emirsyah punya alasan mengundurkan diri lebih cepat dari jadwalnya pensiun Maret 2015 nanti. Pria yang menjabat sebagai Direktur Utama sejak Maret 2005 itu beralasan ingin memberikan kesempatan kepada manajemen anyar supaya lebih bersiap diri menghadapi tahun depan. "Tahun 2015 sangat menantang dan berat karena ada ASEAN Open Sky," katanya kemarin, (11/12).

Meski begitu, Emirsyah memastikan rencana ekspansi Garuda Indonesia tak akan terkendala pengunduran dirinya. Misalnya rencana menerbangkan pesawat turboprop atau ATR 72 600 di beberapa kota kecil, tetap berjalan.


Perusahaan itu juga menyiapkan belanja modal sekitar USD$ 350 juta untuk mendanai rencana kerja 2015. Alokasi belanja modal ini tak jauh berbeda dengan tahun ini.

Garuda Indonesia juga akan melanjutkan strategi lindung nilai tukar mata uang (hedging) pembelian avtur. "Kami akan tetap menjaga porsi hedging di kisaran 15% dari total kebutuhan avtur," ujar Hendrito Harjono, Direktur Keuangan Garuda Indonesia.

Perusahaan yang tercatat dengan kode GIAA di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu optimistis bisa mengempiskan kerugian pada tahun depan. Salah satu pertimbangannya, tren penurunan harga avtur seiring penurunan harga minyak mentah dunia.

Menurut data Bloomberg,  kemarin, harga minyak mentah dunia di pasar New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman Januari 2015 turun lagi. Harga minyak dunia tercatat US$ 61,13 per barel (11/12). Padahal akhir tahun lalu, harga minyak mentah masih bertengger di level US$ 91,94 per barel.

Nah, penurunan harga minyak mentah itu otomatis menurunkan pula harga avtur. Hitung-hitungan manajemen perusahaan itu, setiap harga avtur turun US$ 0,01 per liter, Garuda Indonesia bisa menghemat US$ 17 juta per tahun. Menurut Emirsyah, jika saat ini harganya  sudah turun US$ 0,1, kurang lebih akan terjadi penghematan sekitar US$ 170 juta setiap tahun bagi Garuda Indonesia.

Namun, Garuda Indonesia cukup sadar diri untuk tak menargetkan untung tahun depan. "Kerugian akan mengecil tapi tetap enggak mungkin untung," kata Emirsyah.

Perlu Anda ketahui, pada September 2014, perusahaan itu mencatat kerugian terbesar sepanjang sahamnya terpampang di bursa efek. Kerugian sembilan bulan pertama tahun ini tercatat US$ 219,51 juta, atau melejit dari kerugian per September 2013 yakni US$ 14,73 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina