Warren Buffet ternyata memilih untuk menjual saham dan memegang kas saat pandemi



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Strategi Warren Buffett saat pandemi virus corona melanda dunia ternyata lebih baik memegang uang tunai. Bahkan ia tidak melihat, terjunnya harga saham di kuartal I-2020 sebagai sebuah kesempatan. Padahal dia telah menunggu bertahun-tahun agar saham terlihat lebih menarik. 

Ketika perlambatan ekonomi akibat virus corona mulai mencengkeram Amerika Serikat, investor Berkshire Hathaway Inc ini justru menumpuk kas dalam jumlah besar bahkan berada yakni di US$ 137 miliar pada akhir Maret. Berkshire mengatakan, angka itu naik lebih tinggi karena melepaskan lebih dari US$ 6 miliar saham pada bulan April. 

Baca Juga: Terpukul corona, perusahaan Warren Buffett catat rekor kerugian hampir US$ 50 miliar

Strategi yang dilakukan Buffet ini kontras dengan apa yang dilakukan saat krisis keuangan pada 2008. Saat itu, melalui perusahaan Buffet Berkshire menggunakan cadangan kas untuk mendapatkan saham preferen yang menguntungkan dan menjadi penyelamatan pada bisnis yang tengah terhuyung-huyung di tepi kehancuran. Hasil kinerja Berkshire naik pada kuartal pertama juga menjadi tanda rasa sakit akibat virus corona. 

"Ketika upaya untuk menahan penyebaran pandemi Covid-19 meningkat pada paruh kedua Maret dan berlanjut hingga April, sebagian besar bisnis kami terkena dampak negatif, dengan dampak hingga saat ini mulai dari yang relatif kecil hingga parah," kata perusahaan, Sabtu (2/5).

Penurunan tajam dalam saham memicu perdebatan tentang apakah penurunan itu berlebihan, dengan beberapa pemimpin keuangan menyoroti peluang pembelian dan yang lain memprediksi lebih banyak kesulitan yang akan datang. Pemain saham lain mencari Buffett untuk tanda-tanda bullish.

Berkshire mengurangi pembelian kembali sahamnya bahkan ketika sahamnya mengalami penurunan kuartalan terbesar dalam lebih dari satu dekade. Sementara penjualan ekuitas bersih US$ 6,1 miliar di April jauh melampaui pembelian bersih dalam tiga bulan di tahun ini yakni sebesar US$ 1,8 miliar. 

Editor: Avanty Nurdiana