Wasit persaingan usaha kian bertaring



JAKARTA. Taring Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan makin tajam. Setidaknya, itulah yang tergambar dalam draf revisi Undang-Undang (UU) Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kemarin (28/4), Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menyetujui draf revisi UU Anti-Monopoli menjadi usul inisiatif DPR, sehingga bisa dibahas sebagai calon UU baru. Kendati masih harus dibahas dengan pemerintah, DPR dan pemerintah menyiratkan  sepakat untuk memperkuat peran KPPU. Apalagi status RUU ini berstatus sebagai inisiatif DPR.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Azam Azman Natawijaya menjelaskan, beleid ini akan membuat peran wasit persaingan usaha lebih mumpuni. RUU ini diharapkan mampu mengontrol aktivitas persaingan usaha yang sehat.


Azam optimistis, calon aturan ini  bisa membuat putusan KPPU lebih bergigi dan efektif. Sebab, "KPPU akan punya wewenang menetapkan sanksi administratif seperti pembekuan atau pencabutan izin usaha," ujarnya, Jumat (28/4).

Ada sejumlah poin penting dalam rancangan aturan ini. Misalnya, KPPU bisa menjangkau dan mengendus pelanggaran di bisnis aktivitas perdagangan online (e-commerce). Bahkan KPPU akan diberi wewenang untuk memberikan rekomendasi pencabutan izin usaha e-commerce yang terbukti melanggar aturan anti monopoli.

Sanksi makin berat

Poin krusial lain berkaitan dengan sanksi denda bagi pelanggar aturan anti-monopoli. Calon aturan ini menetapkan sejumlah sanksi yang relatif  lebih berat dibanding sebelumnya. Mulai dari pembatalan perjanjian, rekomendasi pencabutan izin usaha, serta publikasi pelaku usaha dalam daftar hitam. Ada pula denda minimal 5% dan maksimal 30% dari nilai penjualan dari pelaku usaha dalam kurun waktu pelanggaran. 

Sebagai perbandingan, UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menetapkan denda  berbasis nominal, tergantung jenis pelanggarannya. Nilainya berkisar minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 25 miliar.

Di samping dua ketentuan tadi, calon aturan baru ini mengubah kewajiban pemberitahuan merger. Saat ini,  pemberitahuan merger dilakukan setelah  merger (post merger notification). Sementara draf beleid   ini menetapkan pemberitahuannya sebelum merger (pre merger notification). 

Nah, Azam menyatakan, pemerintah perlu mengawal hasil putusan KPPU. Misalnya, lembaga piutang negara wajib menindaklanjuti putusan   KPPU yang menetapkan sanksi denda jika pengusaha belum membayarnya ke kas negara. Alhasil, kata politisi Partai Demokrat itu, pemerintah wajib membuat aturan turunan sebagai basis pelaksanaannya.

Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf mengapresiasi keputusan DPR. "Komitmen DPR ini menunjukkan keberpihakan pada demokrasi ekonomi demi kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Pengusaha melihat rancangan aturan ini bisa merusak iklim usaha serta menekan daya saing industri. "Kalau iklim investasi tidak kondusif akan gampang sekali pindah ke  negara lain," kata Ratna Sari Lopis Ketua Komite Tetap bidang Kerjasama Perdagangan Kadin Indonesia.                     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia