Waspada bisnis bodong bermodus jual-beli online



JAKARTA. Niat hati menangguk untung, apa daya buntung didapat. Tergiur selisih harga jual dan beli telepon seluler (ponsel) hingga 50%, sejumlah orang gigit jari merugi mengikuti bisnis ponsel online.

Adalah Sayidah yang menjadi dalang aksi penipuan jual-beli ponsel itu. Perempuan 32 tahun itu menawarkan penjualan ponsel secara online sejak Oktober 2013 melalui akun facebook bernama Bonamy Group. Modus Sayidah adalah menjual ponsel berstatus original dengan harga lebih murah sampai 50% dari harga pasaran.

Sayidah menjual ponsel tersebut melalui dua tingkatkan penjualan. Pertama, Sayidah menjual ponsel kepada reseller. Kedua, reseller lantas melego ponsel itu kapada subreseller. Subreseller ini bisa kembali menjual kembali ponsel tersebut ke customer.


Selain membikin tingkatan penjualan, Sayidah juga membuat aturan main penjualan. Pertama, Sayidah menawarkan penawaran belanja alias purchase order (PO) kepada reseller dua kali dalam sebulan. Dari situ, reseller yang tertarik memesan ponsel harus menyetorkan uang muka 60%-70% dari total belanjanya. Duit disetor ke rekening pribadi Sayidah. Komitmen pembelian ini adalah barang akan dikirimkan sebulan setelah PO digelar.

Lantas, reseller harus melunasi sisa 30%-40% nilai belanjanya pada seminggu sebelum barang dikirim. Skema tersebut juga berlaku persis sama antara reseller dengan subreseller.

Salah seorang subreseller, Maya Sari bercerita, dia bergabung dengan Bonamy Group sejak Januari 2014. Dia mengaku melakukan lima kali PO.

Maya bilang dua PO yang dia lakukan pada Januari senilai Rp 5 juta dan pada Februari senilai Rp 20 juta berjalan lancar. Perempuan itu melego kembali ponsel tersebut ke sebuah toko ponsel di Bekasi. "Semua barang dari Sayidah dikirim sesuai jadwal dan saya mendapat keuntungan sekitar 30%," ujar perempuan 26 tahun itu kepada KONTAN, Kamis (25/9).P

Dua kali orderan lancar itu lantas memicu Maya untuk kembali melakukan tiga kali PO lagi. Bahkan dia tak ragu melakukan PO keempat dan kelima tatkala pesanan pada PO ketiga tak kunjung datang barangnya.

Maya baru menyadari dirinya kena tipu setelah hingga PO kelima, kiriman ponsel tak juga datang. Dus, Maya harus menandang kerugian Rp 168,3 juta. Sementara total kerugian reseller yang menaunginya mencapai Rp 330 juta.

Maya mengaku hanya bisa pasrah dan berusaha mengembalikan duit para customer.  "Duit kerugian yang saya sebutkan itu tidak termasuk Rp 60 juta yang sudah saya cicil untuk dibayarkan ke customer," beber Maya yang juga menjual baju secara online itu.

Cerita lain mengalir dari mulut Iren. Perempuan berhijab itu mengaku tergabung dalam kelompok seorang reseller di Yogyakarta dengan total kerugian Rp 785 juta. Sementara Iren sebagai subreseller, menanggung kerugian Rp 80 juta.

Iren bergabung dengan Bonamy Group sejak Februari 2014. "Di awal saya beli dua unit HP yaitu Samsung Grand Duos cuma Rp 1,6 juta dan Samsung Galaxy Chat Rp 650.000," ujarnya. Ketagihan dengan selisih harga jual dan potensi menangguk untung, Iren melanjutkan PO hingga setoran ponsel macet pada Bulan April.

Suami angkat tangan

Subreseller lain yang juga mengaku merugi adalah Wina dengan kerugian Rp 18,45 juta dan Dee dengan kerugian merugi Rp 8 juta. Karena nilai kerugian tak terlampau besar, keduanya mengaku sudah melunasi tagihan dari para customer mereka. Yang pasti keempat subreseller tersebut kompak mengaku tak tahu dari mana Sayidah mendatangkan ponsel.

Pada pertengahan September lalu, Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung, Jawa Barat sudah membekuk Sayidah setelah mendapat laporan dari salah satu korban bernama Rini. Kasus hukum tersebut saat ini masih bergulir.

Cerita di kalangan para subreseller, total kerugian aksi tipu Sayidah mencapai Rp 2 triliun. Namun Dee meragukan informasi tersebut. "Jumlah segitu bisa jadi overlaping antara yang dilaporkan reseller dan subreseller. Saya pernah mencoba menghitung dengan menelusur jual-belinya, total kerugian kira-kira Rp 500 miliar," duganya.

Para subreseller berpendapat Sayidah tak bermain sendiri. Salah satu orang yang dianggap ikut bertanggung jawab adalah suaminya yang bernama Jakaria. Namun pria yang berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas swasta di Jakarta itu membantah. "Demi Allah saya tidak mencicipi sepeser pun uang bisnis itu.  Saya justru melarangnya sejak tahun lalu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anastasia Lilin Yuliantina