Waspada Covid-19 gelombang ketiga, infeksi virus corona akibat varian baru bertambah



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Waspada ancaman Covid-19 gelombang ketiga. Di Jakarta, ancaman Covid-19 gelombang ketiga semakin terlihat dengan meningkatkan kasus positif virus corona akibat varian baru.

Mengutip pemberitaan Kompas.com 27 September 2021, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI melaporkan adanya penambahan sebanyak 160 kasus varian baru di DKI Jakarta pada 25 September 2021. Dengan tambahan itu, maka total kasus varian baru di DKI Jakarta saat ini mencapai 1.040 orang.

Dari jumlah tersebut, varian Delta paling mendominasi sebanyak 991 kasus, disusul varian Alpha 37 kasus dan varian Beta 12 kasus. Sebelumnya, pada 18 September 2021, total kasus varian baru di DKI Jakarta mencapai 880 orang.


Saat itu, varian Delta juga yang paling mendominasi sebanyak 831 kasus, disusul varian Alpha 37 kasus dan varian Beta 12 kasus.  Itu artinya hanya varian Delta yang bertambah di DKI Jakarta. Sementara dua varian lainnya, Alpha dan Beta tidak.

Dilansir dari Kompas.com, Epidemiolog Universitas Grifftith Australia Dicky Budiman, pandemi Covid-19 gelombang ketiga sangat mungkin terjadi, sebab mayoritas masyarakat Indonesia belum mempunyai imunitas untuk melawan virus atau tingkat vaksinasi yang masih cukup rendah. “Dalam artian imunitas itu dari vaksin, vaksinasi dosis penuh, apapun vaksinnya. Ini kan 80 persenan (masyarakat) masih rawan karena belum mendapat vaksin,” kata Dicky.

Hingga 19 September 2021, jumlah penerima vaksin Covid-19 dosis pertama di Indonesia mencapai 79.515.356 orang. Sedangkan penerima vaksin Covid-19 dosis kedua sebanyak 45.134.194 jiwa. Target penerima vaksin Covid-19 di Indonesia adalah sebanyak 208.265.720 orang. Artinya, saat ini jumlah pemilik imunitas dari vaksin Covid-19 hanya sekitar 38%.

Tak hanya virus corona varian Delta, tetapi juga varian Alpha maupun varian lain yang dapat membuat kondisi rentan dan mendorong potensi terjadinya pandemi Covid-19 gelombang ketiga. Dicky menuturkan, adanya varian-varian baru Covid-19 juga sangat rawan memunculkan kembali gelombang ketiga. “Ini yang harus dipahami dan tidak ada negara yang meskipun vaksinasinya sudah lebih dari 60 persen bisa menghindari gelombang ketiga, sulit,” ujar dia.

Baca juga: Alhamdulillah, Indonesia bebas zona merah corona mulai 19September 2021

Dicky menjelaskan, potensi pandemi Covid-19 gelombang ketiga bersifat dinamis. “Dulu saya memprediksi Oktober, tapi ini berubah lagi, mundur lagi, jadi Desember. Desemberpun gelombangnya menurun juga, merendah, nggak sebesar seperti prediksi sebelumnya,” tutur dia.

Ia memaparkan, ini disebabkan adanya intervensi yang dilakukan seperti PPKM yang diperpanjang lebih diperkuat. “Prediksi-prediksi ini tidak statis, dinamis banget. Artinya semakin kita konsisten, semakin disiplin dalam memberikan intervensi, termasuk capaian vaksinasi, ini akan membuat potensi (gelombang ketiga) itu semakin jauh atau mengecil tapi tetap ada, jauh mengecil,” tambah dia.

Sementara saat ini, Dicky mengatakan, dalam prediksi terakhir sesuai dengan perkembangan situasi terkini, pandemi Covid-19 gelombang ketiga mundur ke Desember. Covid-19 gelombang ketiga Tak sebesar gelombang kedua Dicky menilai, jika terjadi pandemi Covid-19 gelombang ketiga, diharapkan tidak akan sebesar gelombang sebelumnya. “Kecuali kalau ada varian yang jauh lebih hebat atau setidaknya seperti varian Delta, itu bisa sama (gelombang infeksinya),” tutur dia.

Terkait antisipasi pandemi Covid-19 gelombang ketiga, lanjut Dicky, dapat dilakukan dengan memperketat pintu-pintu masuk di Indonesia. Selain itu juga dilakukan karantina yang memadai, setidaknya selama 7 hari bagi pendatang yang telah divaksinasi secara penuh dan PCR negatif.

Sedangkan dilakukan karantina selama 14 hari bagi pendatang yang belum divaksinasi dengan PCR negatif. Sementara antisipasi di dalam negeri dapat dilakukan dengan 3T (testing, tracing, tracking, menerapkan protokol kesehatan (5M), percepatan vaksinasi, dan pembatasan kegiatan masyarakat. “PPKM berlevel tetap dilakukan.

Harapannya PPKM yang diterapkan level 1 dan level 2. Artinya semua berupaya agar level pandemi kita terkendali atau membaik. (Tentunya) dengan peran semua pihak,” papar Dicky. Dicky menyampaikan, meskipun positivity rate rendah, tapi testing, tracing, dan tracking yang dilakukan rendah. Hal ini menjadi satu hal yang perlu diwaspadai. “Karena berarti kemampuan kita mendeteksi kasus-kasus di masyarakat menjadi tinggi. Sudah dicapai (nilai standar) dari WHO, itu tidak dijamin,” kata dia.

Kecukupan testing, jelas Dicky, mengikuti ekskalasi pandemi. “Misalnya ada terkonfirmasi 1.000 kasus positif, harus ada tracing minimal 1.000 x 15 (orang), itu minimal. Karea WHO juga menyarankan (tracing ke) 30 orang. Nah ini harus dilakukan,” ujarnya.

Dicky menegaskan, seharusnya juga dilakukan penelusuran lebih lanjut dalam bentuk tracking, seperti kontak kasus level 2 atau level 3. “Saat ini belum (dilakukan), dan menempatkan posisi Indonesia sangat rawan terjadi (gelombang ketiga),” jelas dia.

Pengawasan orang yang telah divaksin Dicky menambahkan, untuk mencegah varian baru harus ditingkatkan pengawasan terhadap genom-genom virus. Hal ini sangat penting untuk mendeteksi keberadaan varian baru dan potensi, tren, atau progres penyebaran dari jenis virus baru.

Adapun kasus-kasus orang yang telah divaksinasi tapi terpapar virus juga harus menjadi perhatian, dengan dilakukan pemeriksaan genom. Dicky menegaskan, adanya peningkatan status yang lebih baik tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan apapun. “Pandemi masih belum selesai, ini yang harus disadari masyarakat,” papar dia.

Pandemi Covid-19 belum berakhir. Pandemi Covid-19 gelombang ketiga bisa terjadi jika kita lengah menjalankan protokol kesehatan. Mari tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

Selanjutnya: Indonesia bebas zona merah corona, tapi harus waspadai Covid-19 gelombang ketiga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto