LONDON. Perekonomian global menghadapi ancaman baru dari musuh lama, yakni minyak. Lonjakan harga minyak yang terjadi beberapa hari terakhir akibat kekerasan yang terjadi di Irak memicu kecemasan para ekonom. Apalagi, saat ini, harga minyak jenis Brent sudah menyentuh level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir di atas level US$ 113 per barel. Sekadar perbandingan, pada awal tahun, harga minyak Brent diperdagangkan lebih murah US$ 6 dari posisi saat ini. Memang, perhitungan yang banyak digunakan oleh ekonom adalah setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 10 per barel akan turut memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2%. "Tak ada keraguan, kenaikan harga minyak menjadi faktor penggerus pertumbuhan aktivitas ekonomi, khususnya jika harga minyak merefleksikan masalah suplai ketimbang tingginya permintaan," jelas Julian Jessop, chief global economist Capital Economics Ltd di London. Jessop mengingatkan, aktivitas ekonomi global sudah melemah pada krisis 2008 di mana saat itu harga minyak sudah melampaui US$ 100 perbarel. Harga minyak tertahan diĀ level US$ 100 setelah Arab Spring dimulai pada tahun 2011. Ini menjadikan level US$ 120 menjadi level yang berbaya bagi perekonomian dunia jika kekerasan di Irak berlanjut sehingga harga minyak terus mendaki. "Parahnya, perekonomian dunia akan sulit pulih selama harga minyak di atas US$ 100," jelas Jessop. Sementara itu, Neil MacKinnon, global macro strategist VTB Capital Plc di London menjelaskan, negara-negara pengimpor minyak terbesar seperti China dan Jepang akan menjadi negara yang paling menderita dari kenaikan harga minyak.
Waspada! Musuh lama ekonomi global kembali muncul
LONDON. Perekonomian global menghadapi ancaman baru dari musuh lama, yakni minyak. Lonjakan harga minyak yang terjadi beberapa hari terakhir akibat kekerasan yang terjadi di Irak memicu kecemasan para ekonom. Apalagi, saat ini, harga minyak jenis Brent sudah menyentuh level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir di atas level US$ 113 per barel. Sekadar perbandingan, pada awal tahun, harga minyak Brent diperdagangkan lebih murah US$ 6 dari posisi saat ini. Memang, perhitungan yang banyak digunakan oleh ekonom adalah setiap kenaikan harga minyak sebesar US$ 10 per barel akan turut memangkas pertumbuhan ekonomi global sebesar 0,2%. "Tak ada keraguan, kenaikan harga minyak menjadi faktor penggerus pertumbuhan aktivitas ekonomi, khususnya jika harga minyak merefleksikan masalah suplai ketimbang tingginya permintaan," jelas Julian Jessop, chief global economist Capital Economics Ltd di London. Jessop mengingatkan, aktivitas ekonomi global sudah melemah pada krisis 2008 di mana saat itu harga minyak sudah melampaui US$ 100 perbarel. Harga minyak tertahan diĀ level US$ 100 setelah Arab Spring dimulai pada tahun 2011. Ini menjadikan level US$ 120 menjadi level yang berbaya bagi perekonomian dunia jika kekerasan di Irak berlanjut sehingga harga minyak terus mendaki. "Parahnya, perekonomian dunia akan sulit pulih selama harga minyak di atas US$ 100," jelas Jessop. Sementara itu, Neil MacKinnon, global macro strategist VTB Capital Plc di London menjelaskan, negara-negara pengimpor minyak terbesar seperti China dan Jepang akan menjadi negara yang paling menderita dari kenaikan harga minyak.