Waspada spekulasi pasar di pasar obligasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan terhadap pasar keuangan Indonesia berefek negatif pada obligasi pemerintah. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah terus naik mencapai level tertinggi. Namun, Kementerian Keuangan (Kemkeu) optimistis pembiayaan tetap aman.

Yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun FR0064 berada di 7,13% per Kamis (26/4). Angka tersebut melonjak dari sehari sebelumnya yang hanya 6,995% dan menjadi yang tertinggi sejak Juli 2017.

Di sisi lain, imbal hasil US Treasury 10 tahun ke level 3,02% pada perdagangan Rabu (25/4). Namun, berbagai tekanan itu, diyakini tidak akan mempengaruhi strategi pembiayaan pemerintah.


Direktur Strategis dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Scenaider Siahaan mengatakan, rencana penerbitan obligasi, baik lokal maupun global masih akan berjalan sesuai perencanaan.

"Tidak ditunda, obligasi global yang belum terbit hanya berdenominasi yen. Masih direncanakan eksekusi di semester I-2018, terang Scenaider kepada KONTAN, Kamis (26/4) tanpa menyebutkan target dari penerbitan itu. Namun tahun lalu, pemerintah melepas Samurai Bond sebanyak 100 miliar yen dengam kupon 0,65%-1,04%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, walau yield obligasi pemerintah terus naik, kebutuhan pembiayaan tetap sesuai rencana. "Kami melihat bahwa proyeksi pembiayaannya masih akan cukup comfortable," jelas Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, kemarin.

Sepi peminat

Walau dikatakan masih sesuai rencana, namun tekanan di surat utang pemerintah sudah terlihat. Ini terlihat dari penarikan utang sebesar Rp 6,15 triliun dari hasil lelang lima seri surat utang negara (SUN). Jumlah itu lebih rendah dari target indikatif sebesar Rp 17 triliun.

Penawaran lima seri SUN tersebut juga hanya Rp 17,02 triliun, menurun bila dibandingkan penawaran yang masuk pada lelang SUN pada dua pekan sebelumnya yang mencapai Rp 37,72 triliun. Bahkan, penawaran pada lelang itu tercatat menjadi yang terendah sejak Oktober 2016.

Untuk itu Menkeu menegaskan, dirinya akan terus memantau situasi market terkait sepinya peminat SUN. "Kami akan waspada, akan komunikasikan bahwa kebutuhan financing kita akan tetap terjaga sehingga tidak menimbulkan spekulasi," ujarnya.

Dengan risiko global pada saat ini, pemerintah akan melakukan antisipasi pergerakan yang terjadi dan efeknya ke mata uang dan suku bunga. Sebab, dari sisi fiskal, perubahan nilai tukar ini akan menyebabkan pergerakan di pos penerimaan dan belanja.

"Sampai saat ini, defisit tahun 2018 masih akan terjaga di angka 2,19% atau bisa lebih rendah apabila melihat PNBP yang berasal dari minyak akan bisa kompensasi kemungkinan terjadinya lemahnya penerimaan dari sisi pajak," jelas Sri Mulyani.

Dengan outlook defisit yang masih tetap atau lebih kecil, pemerintah tidak mengkhawatirkan pembiayaan utangnya. Karena itu, menurut Sri Mulyani, saat ini belum perlu mengaktifkan bond stabilization framework.

Project Consultan Pengamat Ekonomi Asian Develompment Bank (ADB) Eric Sugandi optimistis surat utang Indonesia masih menjadi portofolio menarik bagi investor asing. Kenaikan rating utang Moody's beberapa waktu lalu jadi sentimen positif.

Hanya saja, menurut Eric, faktor harga obligasi Indonesia yang sudah relatif lebih tinggi dan risiko inflasi bisa menggerus real rate of return. Selain itu persepsi investor juga bisa berakibat meningkatnya yield SBN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia