Waspadai ancaman bubble harga properti



JAKARTA. Kemarin saham emiten properti di Bursa Efek Indonesia kompak menanjak. Pada Rabu (24/6), indeks saham properti (Jakpro) naik 1,98% ke posisi 517,81. Ini merupakan kenaikan tertinggi dalam tiga pekan terakhir.

Harga saham yang naik paling tinggi: EMDE (PT Megapolitan Development Tbk) yang meningkat 9,35%, diikuti DUTI (PT Duta Pertiwi Tbk) 8,3%, LPKR (PT Lippo Karawaci Tbk) 8,26% , MKPI (PT Metropolitan Kentjana Tbk) 6,25%, PWON (PT Pakuwon Jati) 4,84% dan BKSL (PT Sentul City Tbk) 4,17%.

Saham properti perkasa, setelah Presiden Joko Widodo merestui usulan Real Estate Indonesia yang membolehkan kepemilikan asing di properti, yakni terbatas di apartemen mewah. Ini sebagai salah satu strategi menghadapi persaingan di tingkat regional.


Analis BNI Securities Thendra Chrisnanda menilai dibukanya kepemilikan properti bagi asing akan berefek positif di tengah perlambatan industri properti saat ini. "Pangsa pasar properti akan kian bertambah dan nilai tanah terus meningkat, mengingat kemampuan asing cukup tinggi," kata Thendra kemarin.

Emiten properti yang menuai untung besar dari aturan itu adalah pengembang yang punya bisnis apartemen menengah ke atas seperti PWON, CTRP, LPKR, DILD dan APLN. Tapi, selama belum pasti batasan harga apartemen yang bisa dimiliki asing, Thendra melihat, efek positif akan dirasakan semua emiten yang memiliki apartemen. Di jangka pendek, sebagian besar saham emiten properti menanjak.

Dengan kebijakan ini ditambah aturan pelonggaran loan to value (LTV) yang berlaku mulai 18 Juni lalu, prospek properti hingga akhir tahun ini cerah. Tapi Thendra belum bisa memprediksi efek terhadap pertumbuhan properti. Ini tergantung kebijakan emiten dalam meluncurkan apartemen mewah.

Meski berefek positif, Thendra mengimbau pemerintah cermat menetapkan aturan kepemilikan asing. Kehadiran asing berpotensi menimbulkan gelembung (bubble), jika batas harga yang ditetapkan terlalu murah. "Pengembang akan menaikkan harga properti karena kemampuan asing besar sehingga properti menengah ke bawah kian mahal dan merusak tatanan harga," tutur Thendra.

Menurut dia, tidak masalah jika batasan yang ditetapkan di atas Rp 10 miliar seperti usulan REI. Sementara, pemerintah berencana menetapkan batasan harga Rp 5 miliar.Padahal, harga rumah Rp 3 miliar ke atas sudah sangat mewah bagi masyarakat Indonesia setingkat manajer.

Analis MNC Securities Reza Nugraha mengatakan, aturan ini akan berpengaruh positif ke industri properti domestik. Selain pangsa pasar kian bertambah, pengembang bisa menikmati keuntungan karena daya beli asing lebih tinggi dari masayarakat lokal. Beleid itu mengerek kinerja emiten yang memiliki proyek apartemen mewah.

Emiten akan mencatatkan marketing sales lebih besar. Reza juga melihat kebijakan itu bisa berefek negatif jika ditetapkan serampangan, terutama soal batasan harga, karena bisa menyebabkan bubble. "Oleh karena itu perlu hati-hati," tutur dia. Hans Kwee,

Direktur Investa Saran Mandiri menilai, efek kebijakan itu sementara. Dua tahun ke depan, sektor ini belum pulih karena kenaikan harga properti jauh lebih cepat ketimbang kenaikan daya beli masyarakat. Meski ada aturan pelonggaran LTV, Hans memprediksi prospek industri properti hingga akhir tahun ini stagnan. "Kelonggaran LTV dikonfirmasi dengan kenaikan harga saham properti beberapa pekan lalu," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie