KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) masih menukik di zona merah. Pada Senin (4/7) IHSG melemah 2,28% ke level 6.639,17. IHSG pun memerah dalam enam hari beruntun. Laju inflasi yang kian meninggi menjadi salah satu faktor penekan IHSG. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat inflasi tahun ke tahun (YoY) Juni 2022 mencapai 4,35%, tertinggi sejak Juni 2017 yang kala itu ada di level 4,37%.
Research Analyst Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper Jordan melihat bahwa sentimen dari kondisi inflasi saat ini menekan pasar saham. Terlebih ada potensi kenaikan tingkat suku bunga dalam waktu dekat.
Setelah The Fed menaikkan suku bunga, Bank Indonesia (BI) pun diekspektasikan akan segera mengambil kebijakan serupa. Alhasil, aliran dana kemungkinan akan berpindah dari pasar saham ke instrumen investasi yang lebih rendah risiko.
Baca Juga: Terkoreksi 200 Poin, Analis Tetap Rekomendasi Beli Saham ICBP, Simak Ulasannya "Sehingga sangat wajar jika bursa saham masih melemah hingga hari ini, dan ada baiknya untuk
wait and see jika ingin membeli saham," kata Dennies saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (4/7). Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menambahkan, secara umum lonjakan inflasi berpotensi menekan laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan IHSG berkaitan erat dengan
outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kekhawatiran terhadap penurunan
outlook ekonomi tahun ini berpotensi memicu aksi jual, seperti yang terjadi dalam sepekan terakhir. Secara global, di samping adanya
demand yang besar seiring pulihnya aktivitas masyarakat, pemicu inflasi juga datang dari efek perang Rusia-Ukraina. Oleh sebab itu, perkembangan perang Rusia-Ukraina menjadi salah satu faktor penting terkait tingginya inflasi secara global yang dikhawatirkan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi, bahkan potensi resesi. "Dari dalam negeri, perkembangan kebijakan fiskal dan moneter menjadi fokus utama saat ini. Kebijakan suku bunga di sisi fiskal, dan misalnya harga bahan bakar untuk kebijakan moneter," sebut Valdy. Pasalnya, kebijakan harga bahan bakar (BBM) terutama yang bersubsidi, merupakan faktor sensitif terhadap inflasi di Indonesia. Di tengah kondisi saat ini, Valdy menyarankan agar pelaku pasar tidak terlalu agresif.
Baca Juga: IHSG Tumbang 2,28% ke 6.639 Pada Senin (4/7) Investor dapat kembali memperhatikan saham-saham defensif yang relatif tidak terlalu sensitif dengan
interest rate, misalnya di sektor
consumer goods. Jika pelemahan IHSG tertahan di kisaran level
support area 6.500 - 6.600, maka bisa mencermati peluang
buy on weakness terutama pada saham-saham
bluechip. "Tapi kembali, sebaiknya jangan terlalu agresif. Sebab di sisi lain, IHSG masih memiliki potensi pelemahan lanjutan, terutama jika
break low 6.500," imbuh Valdy.
Sementara itu,
Technical Analyst Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova memandang saham-saham di sektor perbankan, telekomunikasi, serta komoditas seperti
Crude Palm Oil (CPO) dan logam masih menarik untuk dilirik. Pelaku pasar bisa mencermati peluang
buy on weakness untuk saham PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM), PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI), dan PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM).
Editor: Tendi Mahadi