Waspadai penurunan impor barang modal



JAKARTA. Di saat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) asyik mengabarkan Indonesia tengah kebanjiran investasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) berkata lain. BPS justru mencatat, aktivitas bisnis dan industri di dalam negeri selama tiga bulan pertama tahun 2016 tengah lesu.

Hal tersebut tecermin pada penurunan nilai impor belanja modal pada kuartal I-2016. Penurunan tersebut melanjutkan tren serupa sejak tahun 2013. Bahkan penurunan pada kuartal I-2016 ini menjadi yang terendah dibanding penurunan periode yang sama tiga tahun terakhir.

BPS mencatat, impor barang modal sepanjang tiga bulan pertama 2016 sebesar US$ 5,3 miliar. Angka ini turun 18,21% dibandingkan dengan impor barang modal periode sama tahun sebelumnya yang tercatat senilai US$ 6,48 miliar.


Turunnya realisasi impor barang modal berbanding terbalik dengan realisasi belanja modal pemerintah. Data Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, per akhir Maret 2016, realisasi belanja modal pemerintah mencapai sebesar Rp 10,2 triliun.

Nilai tersebut meningkat 161,54% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 yang hanya Rp 3,9 triliun.

Sebagai catatan, BPKM menyatakan, tahun 2015, nilai realisasi investasi ke dalam negeri sekitar Rp 545 triliun. Tahun ini, target BKPM bisa menarik investasi senilai Rp 594,5 triliun. Idealnya, banjir investasi itu juga mendorong impor belanja modal seiring dengan ekspansi usaha dan investasi baru.

Namun di sisi lain, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo, melihat hal sebaliknya. Dia berpendapat, rendahnya impor barang modal kali boleh jadi merupakan indikasi kebutuhan barang modal industri dalam negeri saat ini sudah mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

"Impor bahan baku penolong sekarang naik, artinya sudah punya barang modal sendiri di dalam negeri," katanya, akhir pekan lalu. BPS mencatat impor bahan baku dan penolong pada Maret 2016 naik 16,9% dibandingkan Februari 2016 yang sebesar US$ 7,37 miliar.

Namun nilai impor bahan baku dan penolong selama Januari-Maret 2016 yang sebesar US$ 23,5 miliar tetap menurun sebesar 15,21% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Namun Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih berpendapat, tren penurunan impor barang modal mengindikasikan makin lemahnya ekspansi swasta. Selain pasar masih lesu, realisasi belanja modal pemerintah juga belum sesuai harapan.

"Kapasitas produksi kalangan swasta belum bertambah. Ekonomi belum normal," katanya.

Kenaikan impor bahan baku dan penolong secara bulanan, kata Lana, lebih disebabkan oleh adanya aktivitas perusahaan yang mempersiapkan diri sebelum memasuki musim puasa dan Lebaran pada Juni hingga Juli mendatang.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo juga menilai, investasi swasta belum berperan menggerakkan ekonomi di awal tahun ini. Walaupun begitu dia optimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan merangkak setiap kuartal.

Menurut Agus, investasi pemerintah memang lebih berperan pada kuartal pertama dan kedua. Sementara investasi swasta, akan meningkat di semester kedua mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie