Waspadai potensi kepanikan industri finansial China karena kekhawatiran perang dagang



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Potensi perang dagang yang memanas antara China dan Amerika Serikat (AS) akan berdampak buruk terhadap ekonomi dunia, termasuk bagi ekonomi China dan AS. Studi lembaga riset China yakni National Institution for Finance & Development (NIFD) menunjukkan ada potensi kepanikan di industri finansial China.

Ini sebagai tanda bahwa pembuat kebijakan China semakin khawatir akan terjadi turbulensi dan ketegangan yang meningkat di pasar keuangan Sejumlah bahaya di depan mata diantaranya gagal bayar atawa default surat utang, likuiditas yang mengering dan penurunan pasar finansial di tengah tren kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).

Menurut Bloomberg, NIFD memperingatkan pembelian saham dengan leverage telah mencapai level seperti di 2015 ketika pasar ambruk dan nilai pasar menguap US$ 5 triliun. "Kami pikir China saat ini seperti panik melihat kondisi sektor keuangannya," tulis NIFD dalam riset yang sempat diunggah di internet sebelum kemudian dihapus.


Menurut NIFD, China harus siap meluncurkan kebijakan campuran fiskal dan kebijakan untuk menjaga pasar jika terjadi krisis sistemik.  Otoritas keuangan China juga harus mengambil langkah penuh untuk mendukung sektor keuangan jika default terjadi. Goncangan telah terlihat dari  nilai tukar mata uang yuan yang tertekan serta harga saham yang melorot.

PDB bakal terpangkas

Lembaga riset pemerintah China yakni Chinese Academy of Agricultural Sciences juga meluncurkan riset yang menyebut perang dagang bakal menurunkan porsi ekspor pertanian AS hingga 40%. Pengiriman sejumlah produk pertanian dari Negeri Paman Sam ke China menurun drastis, seperti produk kacang kedelai, kapas, daging sapi dan diperkirakan masing-masing turun hingga 50%.

Penurunan ekspor AS ke China mengakibatkan harga keledai impor bisa naik 5,9% dan harga kapas impor naik 7,5%.  Dengan kondisi tersebut China makin gencar merajut jalur sutera modern antarnegara atawa One Belt One Road (OBOR). Harapannya, bisa memenuhi pasokan kedelai dari negara lain demi memenuhi kebutuhan produk biji-bijian di dalam negeri.

Takahide Kiuchi, ekonom Eksekutif di Nomura mengatakan, dalam skenario terburuk, kedua negara dapat berakhir dengan mengenakan tarif tambahan rata-rata sekitar 10%  pada semua barang impor dari negara lain.

Perkiraan dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), skenario terburuk dari perang dagang akan mengurangi produk domestik bruto (PDB) AS sebesar 2,2% dan PDB China sebesar 1,7%.

Editor: Wahyu T.Rahmawati