Waspadai rasio pembayaran utang pemerintah



KONTAN.CO.ID - Ekonom Maybank Indonesia Juniman mengatakan, pemerintah perlu hati-hati dengan besarnya pembayaran bunga utang pemerintah tahun depan. Sebab, jumlahnya terus bertambah di tengah penerimaan pajak yang masih berpotensi mengalami shortfall.

Berdasarkan Nota Keuangan Rancangan APBN (RAPBN) 2018, pemerintah mengalokasikan anggaran pembayaran bunga utang sebesar Rp 247,6 triliun. Jumlah itu naik dari anggaran pembayaran bunga utang dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2017 yang sebesar Rp 219,2 triliun.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, rasionya terhadap total utang pemerintah hanya sebesar 5%, lebih rendah dari Malaysia 5,6% dan Brazil 18%.


Sedangkan Juniman mengatakan, rasio pembayaran bunga utang tersebut terhadap total penerimaan negara tahun depan mencapai 13,18%. Jumlah itu tergolong besar, setelah belanja pendidikan dan belanja pegawai. Rasio itu juga mengarah ke batas maksimal yang sebesar 20%.

"Kondisinya yang semakin tahun semakin naik, kemampuan pemerintah untuk membiayai infrastruktur semakin terbatas. Sebab, peneriman habis untuk bayar utang," kata Juniman kepada KONTAN, Senin (21/8).

Hal itu juga tercermin dari keseimbangan primer yang masih mencatat defisit di tahun depan sebesar Rp 78,35 triliun. Artinya, lanjut dia, penerimaan pemerintah selama ini tidak cukup untuk membayar utang sehingga penarikan utang yang dilakukan pemerintah dilakukan untuk membayar utang.

"Ini yang saya lihat tidak sehatnya APBN kita. Dengan utang dibayar utang, artinya gali lubang tutup lubang. Dalam jangka panjang, itu akan memberatkan keuangan negara," tambahnya.

Ia melanjutkan, pemerintah harus memikirkan cara agar penerimaan negara mencukupi pembayaran utang. Sebab di satu sisi pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur yang besar, tetapi di sisi lain penerimaan negara terbatas. Hal itu menyebabkan pemerintah juga menggunakan untuk belanja infrastruktur.

"Kalau benar-benar dipakai untuk pembangunan infrastruktur tidak apa-apa," tambahnya. Namun ia berpesan agar penarikan utang yang dilakukan tidak untuk menambal pembengkakan anggaran subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie