JAKARTA. Rencana pemerintah membentuk lembaga baru pajak bakal seret. Sejumlah fraksi di Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) was-was dengan kekuasaan aparat pajak yang membesar. Mereka juga khawatir bakal sulit berkoordinasi lantaran lembaga ini lepas dari Kementerian Keuangan (Kemkeu). Pasalnya, sesuai dengan draf RUU KUP yang dimiliki KONTAN, selain memiliki kekuasaan besar, lembaga ini akan bertanggungjawab langsung ke Presiden. (KONTAN, 24 Mei 2017). Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra Soepriyatno mengatakan, pemisahan Ditjen Pajak dari Kemkeu akan membuat rumit birokrasi. Apalagi DPR telah mendapat surat dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) untuk tak membuat lembaga baru karena pembiayaannya cukup besar.
DPR maunya simpel saja, jangan rumit dengan bikin lembaga baru lagi," tandasnya kepada KONTAN, Kamis (25/5). Rumitnya birokrasi akan membuat adanya saling lempar kesalahan antara lembaga pajak dengan Kemkeu ketika ada masalah. Merujuk RUU KUP, Menkeu menetapkan target penerimaan pajak. Ditjen pajak menjadi eksekutornya. Beroperasi 1 Januari 2018, lembaga baru itu akan mengambil alih semua tugas, fungsi, dan wewenang Ditjen Pajak. Lembaga ini juga memiliki diskresi pengelolaan sumber daya manusia (SDM), anggaran, dan organisasi. Melapor langsung ke Presiden, tanggungjawab laporan lembaga pajak ini tetap lewat Menkeu. Anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno bilang, meski sepakat dengan poin-poin yang ada dalam draf revisi RUU KUP. Namun pembentukan lembaga pajak anyar berat bisa terealisasi. "Yang berat hanya pembentukan badan tersendiri, harus dipikirkan matang dan cermat karena ada untung dan ruginya," ujarnya. Di satu sisi, lembaga pajak memiliki otoritas jelas, tegas dan besar karena bertanggungjawab langsung ke presiden. Hanya di sisi lain, lembaga itu bisa memunculkan lembaga superbody yang susah berkoordinasi dengan lembaga lain. Apalagi Dirjen Pajak masih memiliki masalah rendahnya kepercayaan masyarakat.