KONTAN.CO.ID - JENEWA. Cuaca panas ekstrem di belahan Bumi bagian utara diakui WHO mulai memberi tekanan pada sistem kesehatan WHO pada hari Rabu (19/7) mengatakan bahwa fenomena ini sangat berdampak bagi warga yang menderita penyakit kardiovaskular, diabetes dan asma. WHO mencatat bahwa saat ini jutaan orang di tiga benua mengalami serangan panas berbahaya yang berkelanjutan karena kadar merkuri terus melonjak.
"Panas yang ekstrem memakan korban terbesar pada mereka yang paling tidak mampu mengelola konsekuensinya, seperti orang tua, bayi dan anak-anak, serta orang miskin dan tunawisma," kata kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dikutip
The Straits Times.
Baca Juga: Bumi Memasuki Fase Terpanas Sejak 1940 Jumlah pasien yang terus melonjak juga secara praktis memberikan tekanan baru pada sistem kesehatan. Banyak dari pasien bahkan gagal mendapatkan penanganan yang tepat sehingga menyebabkan kematian. "Ini juga meningkatkan tekanan pada sistem kesehatan. Paparan panas yang berlebihan memiliki dampak kesehatan yang luas, seringkali memperkuat kondisi yang sudah ada sebelumnya dan mengakibatkan kematian dini dan kecacatan," lanjutnya. Tedros menambahkan, WHO saat ini sedang bekerja dengan Organisasi Meteorologi Dunia, sebuah badan PBB yang berbasis di Jenewa, untuk memfasilitasi negara-negara dalam melaksanakan program penanganan cuaca panas. WHO secara khusus akan mengawasi dan memberi arahan mengenai langkah kesiapsiagaan dan mengurangi dampak panas yang berlebihan terhadap kesehatan.
Baca Juga: Rekor Baru, China Toreh Suhu Panas Ekstrem 52,2 Celcius Dampak Cuaca Panas Terhadap Kesehatan
Melansir
Reuters, kelelahan karena panas dapat meliputi pusing, sakit kepala, gemetar, dan haus. Kondisi ini dapat menyerang siapa saja, dan biasanya tidak serius, asalkan orang tersebut mendapatkan pendinginan dalam waktu 30 menit. Dalam situasi yang lebih parah, manusia bisa terkena
heatstroke, kondisi di mana suhu inti tubuh melebihi 40,6 derajat Celcius.
Heatstroke adalah keadaan darurat medis dan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian organ jangka panjang. Gejalanya meliputi pernapasan cepat, kebingungan atau kejang, dan mual.
Baca Juga: Ini 8 Negara yang Bakal Punah Akibat Pemanasan Global, Ada Maldives Penyakit bawaan seperti penyakit pernapasan dan kardiovaskular dapat menjadi lebih parah karena cuaca panas berlebih. Menurut studi tahun 2021 di The Lancet, secara global hampir setengah juta kematian per tahun diperkirakan terjadi karena cuaca panas ekstrem. Sementara itu, sebanyak 61.000 orang mungkin telah meninggal di Eropa selama gelombang panas musim panas lalu. Situasi yang sama diperkirakan dapat terjadi pada musim panas tahun ini.