KONTAN.CO.ID - Jakarta. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahaya penularan virus Marburg. Lalu bagaimana virus Marburg di Indonesia? Apakah virus Marburg sudah masuk ke Indonesia? WHO telah menerima laporan kasus penyakit Marburg yang berasal dari Guinea Ekuatorial pada Senin 13 Februari 2023. Sejauh ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum mendapatkan laporann virus Marburg di Indonesia. Berdasarkan laporan kasus yang diterima WHO, terdapat 9 kematian dan 16 kasus suspek yang dilaporkan di Provinsi Kie Ntem. Gejala yang dialami berupa demam, kelelahan (fatigue), muntah berdarah, dan diare.
Dari 8 sampel yang diperiksa, 1 sampel dinyatakan positif virus Marburg. Kejadian Luar Biasa (KLB) di Guinea Ekuatorial yang terjadi diperkirakan telah dimulai sejak 7 Februari 2023. Namun pemerintah tetap meminta masyarakat untuk waspada terhadap penularan virus Marburg di Indonesia. Pasalnya, kematian akibat virus Marburg sangat tinggi.
Baca Juga: Setelah 10 Tahun, Wabah Ebola yang Mematikan Kembali Jangkiti Sudan Dilansir dari
Kompas.com, virus Marburg adalah biang penyakit dari famili filovirus, yang masih satu famili dengan virus ebola. Dilansir dari Britannica, partikel virus Marburg ini berbentuk silinder, berserabut, bentuknya bisa bercabang atau batang atau cincin atau U. Ukuran partikel virus Marburg ini bervariasi, tapi rata-rata memiliki diameter 80 nm, dan panjang 790 nm. Bagian luar partikel ini dilapisi sejenis paku berupa glikoprotein yang menonjol ke luar 5-10 nm dari permukaan partikel. Kulit protein (kapsid) berisi asam nukleat yang disebut nukleokapsid virus ini menampung materi genetik (genom) RNA rantai negatif dengan panjang 19 kilobase. Genom inilah perantara masuknya virus ke sel inang. Virus marburg bisa memasuki tubuh penderita lewat lesi atau luka di kulit dan kontak dengan selaput lendir seperti lubang hidung, bibir, kelopak mata, telinga, daerah kemaluan, serta anus. Awalnya, virus marburg menyerang hati, kelenjar getah bening, dan limpa. Selanjutnya, infeksi virus ini bisa menyebar jaringan tubuh lain secara cepat. Asal usul virus Marburg? Virus marburg bukanlah biang penyakit baru. Virus ini kali pertama diidentifikasi pada 1967 menyusul wabah penyakit demam berdarah pada pekerja laboratorium di Marburg dan Frankfurt, Jerman; serta Beograd, Serbia. Para pekerja tersebut memproduksi vaksin polio dengan menggunakan biakan sel ginjal dari monyet hijau Afrika, yang dikenal sebagai grivet (Chlorocebus aethiops). Monyet ini diimpor dari Uganda ke laboratorium di ketiga lokasi dan terindentifikasi sebagai sumber awal infeksi. Virus ini dinamai Marburg. Seperti nama kota yang paling banyak temuan awal infeksi marburg. Kala itu, ada sekitar 30 kasus infeksi virus. Selanjutnya, wabah dan kasus infeksi marburg dilaporkan di Angola, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Afrika Selatan, dan Uganda. Sejak teridentifikasi pada 1967, dilaporkan sedikitnya sudah ada 593 kasus infeksi marburg. Terakhir pada Februari 2023, ada 1 kasus konfirmasi, 6 kasus suspek, 4 kasus probable, dengan 11 kematian terkait penyakit ini di Guinea Ekuatorial. Pada Maret 2023, Tanzania turut melaporkan ada 8 kasus konfirmasi dengan 5 kematian terkait penyakit ini. Dilansir dari website resmi, Kemenkes melakukan penilaian risiko cepat (rapid risk assessment) penyakit virus Marburg pada 20 Februari 2023. Hasilnya didapatkan bahwa kemungkinan adanya importasi kasus virus Marburg di Indonesia adalah rendah. Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengingatkan pemerintah dan masyarakat jangan sampai lengah terhadap virus Marburg tersebut. “Kita perlu tetap melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg,” ujarnya. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg. Pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait untuk waspada terhadap virus Marburg. Gejala virus Marburg Virus Marburg (filovirus) adalah salah satu virus paling mematikan dengan fatalitas mencapai 88%. Penyakit virus Marburg merupakan penyakit demam berdarah yang jarang terjadi. Virus ini satu family dengan virus ebola. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus Marburg. Marburg menular lewat cairan tubuh langsung dari kelelawar/primate. Kelelawar host alami virus Marburg yaitu Rousettus aegyptiacus bukan merupakan spesies asli Indonesia dan belum ditemukan di Indonesia, namun Indonesia masuk jalur mobilisasi kelelawar ini. Gejala virus Marburg mirip dengan penyakit lain seperti malaria, tifus, dan demam berdarah yang banyak ditemukan di Indonesia. Hal ini, menurut dr. Syahril, yang menyebabkan penyakit virus Marburg susah diidentifikasi.
Gejala tersebut berupa demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, dan perdarahan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina atau melalui muntah dan feses yang muncul pada hari ke-5 sampai hari ke-7. Belum ada vaksin yang tersedia di dunia, vaksin masih dalam pengembangan. Saat ini ada 2 vaksin yang memasuki uji klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen. “Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,” ucap dr. Syahril. Itulah peringatan bahaya virus Marburg menurut WHO dan penjelasan Kemenkes tentang virus Marburg di Indonesia. Semoga tidak ada penularan virus Marburg di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto