KONTAN.CO.ID - LONDON. Pada Kamis (14/12/2023), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak pemerintah untuk memperlakukan rokok elektronik sama dengan tembakau. Selain itu, WHO juga melarang vape aneka rasa. Melansir Reuters, sejumlah peneliti, aktivis dan pemerintah melihat rokok elektrik atau vape, sebagai alat utama dalam mengurangi kematian dan penyakit yang disebabkan oleh merokok. Namun badan PBB tersebut mengatakan diperlukan langkah-langkah mendesak untuk mengendalikan penggunaan vape.
Hasil penelitian WHO menunjukkan, tidak ada cukup bukti bahwa vape membantu perokok berhenti merokok, bahwa vape berbahaya bagi kesehatan. Vape juga dapat mendorong kecanduan nikotin di kalangan non-perokok, terutama anak-anak dan remaja. Lebih banyak anak usia 13-15 tahun yang menggunakan vape dibandingkan orang dewasa di seluruh wilayah WHO yang dibantu oleh pemasaran yang agresif. “Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. Dia mendesak negara-negara untuk menerapkan tindakan tegas. Baca Juga: sejumlah negara yang melarang vape antara lain Brasil, Korea Utara, Argentina, Nepal, WHO menyerukan perubahan, termasuk larangan semua aneka rasa seperti mentol, dan penerapan langkah-langkah pengendalian tembakau pada vape. Itu termasuk pajak yang tinggi dan larangan penggunaan di tempat umum. WHO tidak mempunyai kewenangan atas peraturan nasional, dan hanya memberikan panduan. Namun rekomendasinya sering kali diadopsi secara sukarela. WHO dan beberapa organisasi anti-tembakau lainnya mendorong peraturan yang lebih ketat terhadap produk nikotin baru, dengan menargetkan alternatif yang menjadi landasan beberapa perusahaan rokok raksasa seperti Philip Morris International dan British American Tobacco dalam menetapkan strateginya ke depan. Pelaku industri seperti Imperial Tobacco dan Asosiasi Industri Vaping Inggris mengatakan vape memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah dibandingkan tembakau dan membantu mengurangi dampak buruknya. Sementara rasa adalah kunci dalam mendorong perokok untuk beralih – sebuah posisi yang dianut oleh beberapa pendukung pengendalian tembakau.