Widodo Makmur Perkasa (WMPP) Terapkan Traceability untuk Pastikan Keamanan Pangan



KONTAN.CO.ID - Sebagai penyedia pangan terkemuka di Indonesia, PT Widodo Makmur Perkasa Tbk sangat menjaga kepuasan konsumen dan mutu produk. Emiten berkode saham WMPP ini menerapkan ketertelusuran (traceability) sebagai bagian dari komitmen memberikan kualitas produk terbaik bagi konsumen.

Ketertelusuran merupakan aktivitas penelusuran dan pencatatan secara spesifik terhadap produk dalam seluruh tahapan rantai proses dan suplai. Proses penelusuran ini sangat diperlukan untuk mewaspadai isu terkait keamanan pangan pada produk pertanian dan peternakan.

“Saat ini, terdapat perhatian serius dari para konsumen terhadap produk pertanian dan peternakan yang tidak hanya berkualitas, tetapi juga dapat dipertanggung jawabkan. Ketertelusuran menjadi penting karena terkait dengan nilai tambah sebuah produk dan jaminan keamanan ketika dikonsumsi oleh para konsumen,” tutur Mega Nurfitriyana, Chief Operating Officer, WMPP.


PT Widodo Makmur Perkasa Tbk melalui anak usahanya PT Pasir Tengah dan PT Widodo Makmur Unggas Tbk (IDX: WMUU atau WMU) menerapkan ketertelusuran hingga ke RPH (Rumah Potong Hewan) untuk ternak sapi (Traceability to the Abattoir), dan hingga ke konsumen untuk ternak unggas (Traceability to the Customers).

Di peternakan sapi WMPP misalnya, ketertelusuran dilakukan melibatkan teknologi. Perusahaan mencatat riwayat penggemukan sapi sejak sapi datang dari pelabuhan sampai dikirim ke RPH. Pencatatan dilakukan melalui scanning RFID (Radio-Frequency Technology) yang telah terpasang di telinga sapi sejak dikirimkan dari negara asal, misalnya Australia.

“Dari scanning RFID, kita bisa mendapatkan informasi tanggal kedatangan sapi, progress pertumbuhan berat badan, usia penggemukan, perlakuan selama proses penggemukan, dan informasi lainnya,” jelas Mega.

Adapun untuk ternak unggas, WMPP melakukan proses ketertelusuran mulai dari semasa ayam hidup hingga produk unggas sampai ke konsumen. Hal ini dapat dilakukan karena ayam hidup yang dipotong berasal dari peternakan internal dan eksternal yang sudah melalui proses audit supplier. Proses produksi dicatat dengan benar, didokumentasikan dengan rapi, serta dipastikan kelengkapan datanya.

“Proses Traceability to the Customers dapat dilakukan 100% sesuai dengan standar Perusahaan yaitu kurang dari dua jam,” imbuh Mega.

Di samping memastikan semua produk aman dan sehat untuk dikonsumsi, melakukan ketertelusuran memberikan banyak manfaat lainnya bagi perusahaan penyedia pangan seperti WMPP. Di antaranya, mempercepat proses mitigasi jika terjadi hal yang tidak diinginkan, semisal kerusakan produk. Ketertelusuran juga akan mencegah pembengkakan biaya operasional, jika terjadi suatu insiden terhadap produk daging sapi atau unggas.

“Implementasi traceability menjaga kepercayaan konsumen yang akan berdampak pada keberlangsungan bisnis Perusahaan,” kata Mega.

Kendati demikian, dalam penerapannya WMPP menghadapi sejumlah tantangan yang beragam. Perusahaan perlu memastikan bahwa staff yang bertugas mampu melakukan identifikasi dan tindakan koreksi yang tepat. Tahapan ini menjadi penting karena merekalah yang menjadi garda terdepan untuk memastikan bahwa semua permasalahan dapat ditangani sejak dini, khususnya terkait dengan rantai pasok. Selain itu, kemampuan mendapatkan, menganalisis, dan mengolah data juga menjadi sangat krusial, sehingga dapat memberikan saran terkait langkah mitigasi yang tepat.

Di luar lingkup WMPP, tantangannya terletak pada pemahaman dan pengetahuan RPH mengenai ketertelusuran serta ketersediaan SDM yang sudah bisa mengimplementasikannya. Untuk mengatasi tantangan tersebut, WMPP terus memberikan sosialisasi serta pelatihan terkait pentingnya praktik ketertelusuran di RPH.

Untuk memastikan ketertelusuran diterapkan secara konsisten, secara internal WMPP melakukan penyegaran setiap tahun. PT Widodo Makmur Unggas Tbk misalnya, melakukan simulasi traceability minimal satu tahun sekali dan telah tertuang dalam SOP Perusahaan.

“Karyawan terkait wajib memiliki kemampuan ketertelusuran hingga 100% dalam kurun waktu kurang dari dua jam. Jika standar tersebut tidak tercapai, maka simulasi dinyatakan gagal, dan harus dilakukan ulang,” pungkas Mega.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ridwal Prima Gozal