Wijaya Karya (WIKA): Kemampuan kami membayar utang masih cukup



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir pekan lalu, lembaga pemeringkat Fitch Ratings merilis laporan yang menyatakan rating headroom perusahaan konstruksi pelat merah, khususnya PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) semakin terbatas. Rating headroom mengukur seberapa besar ruang yang dimiliki perusahaan sebelum menghadapi penurunan peringkat. Semakin terbatas rating headroom, maka potensi penurunan peringkat utang makin besar.

Belum lama ini, tepatnya pada 10 September 2020, Fitch memang mengubah peringkat long-term foreign-local-currency issuer default ratings (IDR) Wijaya Karya dari BB (idn) menjadi BB- (idn). Fitch juga menurunkan peringkat nasional jangka panjang WIKA, dari AA- (idn) menjadi menjadi A (idn). Prospek Wijaya Karya pun turut bergeser menjadi watch negative.

Merespons hal ini, manajemen Wijaya Karya memandang bahwa penurunan peringkat dari Fitch perlu disikapi dengan bijak tanpa mengurangi sedikit pun optimisme Wijaya Karya pada semester kedua 2020. Manajemen menduga, ada beberapa faktor yang menjadi pemantik penurunan peringkat ini.


Pertama, kinerja Wijaya Karya pada kuartal II-2020 yang lebih lemah dibandingkan ekpektasi Fitch. Kedua, kapasitas WIKA untuk refinancing pinjaman yang jatuh tempo. Ketiga, perlambatan industri konstruksi akibat pandemi. Keempat, bergesernya prioritas pemerintah dari konstruksi ke pengendalian Covid-19.

Baca Juga: Likuiditas kian ketat, simak prospek empat emiten konstruksi pelat merah

Meskipun begitu, Direktur Utama Wijaya Karya Agung Budi Waskito meyakini bahwa kemampuan Wijaya Karya untuk menyelesaikan kewajiban, terutama utang jangka pendek masih sangat cukup. "Penurunan peringkat itu bukan sesuatu yang sifatnya absolut dan akan menghambat kinerja perusahaan. Keduanya masih mencerminkan kemampuan keuangan perusahaan terhadap pemenuhan kewajibannya. WIKA tetap akan menjaga rasio utang tetap sehat di level covenant,” tutur Agung kepada Kontan.co.id, Selasa (22/9).

Menurut dia, kondisi gearing ratio WIKA pada kuartal-II 2020 berada pada posisi 1,26 kali. Ini masih di bawah level covenant yang maksimal sebesar 2,5 kali. "Rasio ini menunjukkan bahwa WIKA akan tetap beroperasi dengan baik dan siap untuk menangkap peluang di masa mendatang," ungkap Agung.

Kemudian, merujuk laporan keuangan WIKA per Juni 2020, WIKA memiliki utang jangka pendek sebesar Rp 38,73 triliun dengan aset lancar Rp 40,37 triliun. Artinya, rasio likuiditas (total aset lancar dibagi total liabilitas jangka pendek) WIKA adalah sebesar 104,2%.

Baca Juga: Hutama Karya telah membangun jalan tol Trans Sumatera sepanjang kurang lebih 792 KM

Agung menambahkan, hingga Juni 2020, Wijaya Karya juga masih memiliki kas setara kas sebesar Rp 7,1 triliun. Kemudian, terkait dengan adanya global komodo bond sebesar Rp 5,4 triliun yang akan jatuh tempo pada Januari 2021, Wijaya Karya telah menyiapkan langkah-langkah untuk semakin memperkuat struktur kas perusahaan melalui penawaran umum obligasi berkelanjutan dan sukuk dengan target Rp 5 triliun secara bertahap mulai tahun ini.

Mengacu pada kondisi aktual tersebut, Agung meyakini bahwa WIKA punya kapasitas yang kuat untuk terus beroperasi serta memenuhi kewajibannya sekalipun mendapatkan tekanan sebagai dampak dari pandemi. "Perusahaan juga telah mendapatkan kesiapan bridging loan sebesar Rp 4 triliun dari beberapa bank Himbara dan swasta. Terlebih lagi, ada pengembalian dana talangan tanah yang telah cair dari pemerintah sebesar Rp 1,1 triliun,” pungkas Agung.

Baca Juga: Wijaya Karya bakal terbitkan PUB dan sukuk Rp 5 triliun untuk bayar komodo bonds

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati