KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga saham biasanya menggeliat di akhir tahun. Akan tetapi, untuk akhir tahun ini, potensi kenaikan harga saham diproyeksi cenderung terbatas. Investment Information Team Mirae Asset Sekuritas Martha Christina mengungkapkan, terbatasnya window dressing di bulan Desember ini disebabkan saham-saham yang sudah meningkat cukup tinggi sejak bulan Oktober 2021. "Indeks kita mulai naik sejak bulan Oktober, sudah naik cukup kencang dan juga adanya informasi mengenai varian Omicron akan semakin membatasi pergerakan saham," ujarnya dalam Mirae Asset Day yang digelar secara virtual Kamis (9/12).
Lebih lanjut dijelaskan, kabar mengenai varian baru virus corona membuat ketidakpastian di pasar meningkat. Oleh karenanya, pelaku pasar cenderung menanti kabar mengenai efektivitas vaksin untuk mencegah penularan varian baru. Selama belum ada konfirmasi mengenai hal tersebut, potensi penguatan harga saham cenderung terbatas.
Baca Juga: Sambut window dressing, saham-saham ini yang banyak diborong asing, Kamis (9/12) Head of Investment Information PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Roger M.M menambahkan, potensi penguatan harga saham memang ada, tetapi tidak seluruh sektor mengalaminya. Penguatan cenderung ditopang oleh saham-saham yang terpengaruh positif terkait perkembangan kasus corona. Adapun Mirae Asset Sekuritas memproyeksikan, IHSG di bulan Desember 2021 akan bergerak di rentang terbatas dengan target di 6.591. Adapun level support-nya berada di support di 6.394 hingga 6.480, sementara level resistance-nya di 6.618 hingga 6.687. Salah satu sektor yang masih menjadi pilihan Mirae Asset Sekuritas adalah perbankan. Martha mencermati, sepanjang November Desember ini kinerja perbankan terakselerasi sejalan dengan pertumbuhan kredit. Asal tahu saja, per Oktober 2021, pertumbhan kredit naik 0,1% secara month on month (mom) atau 3,2% secara
year on year (yoy). Capaian ini menjadi yang tertinggi sejak April 2020. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) lebih tinggi dibanding kredit yang membuat Loan to Deposit Ratio (LDR) berada di level 79%. Beberapa saham yang disarankannya ada BBCA dengan target harga Rp 8.350 per saham,
BBRI dengan target harga Rp 5.425 per saham,
BMRI dengan target ahrga Rp 9.975 per saham, dan BBNI dengan target harga Rp 9.000 per saham. Selain itu ada UNTR juga dapat menjadi pilihan dengan target harga Rp 30.000 per saham. Adapun UNTR tertopang oleh penjualan alat berat di bulan Oktober 2021 yang naik 30% secara mom atau 93% secara yoy. Kinerjanya membaik seiring dengan peningkatan permintaan dari sektor pertambangan, konstruksi, dan perkebungan. UNTR pun optimistis penjualan alat berat akan meningkat 20% tahun depan. Saham-saham lain yang layak dicermati ada ASII. Perpanjangan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP)hingga akhir tahun menjadi katalis positif. Di samping itu, penjualan otomotif bulan November 2021 juga sudah medekati angka normal seperti saat 2019, yakni 90.000 unit per bulan. Selain ASII, saham-saham infrastruktur, khsusunya telekomunikasi, seperti TLKM, ISAT dan EXCL bisa dicermati.
Baca Juga: Begini peluang investasi di pasar saham dan obligasi pada tahun 2022 Sementara, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya mengamati, pergerakan saham yang menyentuh level tertinggi akhir-akhir ini sebenarnya tidak terlepas dari window dressing. Adapun hingga akhir tahun, ia memprediksi IHSG bisa menyentuh level 6.800. Salah satu sentimen yang akan membantu adalah pembatalan rencana PPKM level III saat libur natal dan tahun baru. Sentimen ini mulai tercermin dari adanya rally selama empat hari berturut-turut sejak pembatalan tersebut di umumkan oleh pemerintah. Menyikapi kenaikan harga saham yang masih akan berlanjut hingga akhir tahun, ia menyarankan investor tetap mengikuti saham-saham yang prospektif dengan peluang kinerja positif yang besar di masa mendatang. Beberapa saham yan disarankannya adalah saham batubara, transportasi, dan keuangan seperti
ADRO,
ASSA, dan
BBRI. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi