Wiwik Kusaini: Melinting Demi Gelar Sarjana Sang Anak



SEMARANG. Wiwik Kusaini (45) terus menjaga api semangatnya dalam bekerja. Pasalnya, ada asa yang harus dijaga, yakni menyekolahkan anak-anaknya sampai menyandang gelar sarjana. 

Ibu dari dua orang anak ini bekerja sebagai pelinting rokok di PT Restu Sejati Inti Abadi, sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Bentoel.

Wiwik harus bekerja selama enam hari dalam seminggu. 


Baca Juga: Dari Keraguan Hingga Kepercayaan, Kisah Sri Suyamto Menjadi Grader Tembakau Andal

Wiwik bercerita dia baru mulai mencicipi dunia kerja empat tahun lalu, tepat pada saat pandemi Covid-19 menyerang. Kala itu, dia merasa gelisah terhadap kondisi perekonomian yang kurang sehat. 

"Saat itu, pas Covid-19 di tahun 2020 ekonomi agak menurun, kebetulan anak saya baru masuk kuliah. Mungkin semester dua atau tiga," ujarnya saat ditemui KONTAN. 

Walaupun hanya mengantongi ijazah SMA, Wiwik terus mendorong anak-anaknya untuk meraih pendidikan yang tinggi. Si sulung memilih pendidikan Kebidanan di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang. 

Waktu itu, Wiwik harus mengeluarkan uang Rp 8,5 juta untuk membayar uang kuliah si sulung. Sebagai seorang ibu, dia merasa memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung anaknya. 

Baca Juga: Tembakau Sebagai Emas Hijau Masyarakat Lombok Timur

Sebenarnya pendapatan dari sang suami cukup untuk melunasi biaya kuliah anak pertamanya itu. Dari pandemi Covid-19 sampai saat ini, sang suami bekerja di Situbondo, Jawa Timur. 

Namun wanita kelahiran Semarang ini merasa khawatir dengan kondisi pandemi Covid-19 yang entah kapan selesai. Karena itu, Wiwik merasa perlu turun tangan untuk membantu perekonomian keluarga. 

"Alhamdulillah, berkat doa-doa orang tua pengen nyekolahin anak, ternyata ada lowongan di pabrik rokok Djirak. Dari situ saya mulai belajar," ucap dia. 

Nah, di PT Djirak Bukit Abadi Tembakau lah, Wiwik mulai belajar pengolahan tembakau. Mulai dari bagian melinting, pengemasan hingga menjadi asisten untuk mengoperasikan mesin pengolahan tembakau. 

Baca Juga: Tembakau Lombok Jadi Pilar Ekonomi Daerah dengan Potensi dan Tantangan

Ibarat kata rezeki tidak pergi kemana. Dari penghasilanya di Djirak sebesar Upah Minimum Kota (UMK) Semarang, Wiwik sudah bisa melunasi biaya kuliah si sulung dalam waktu tiga bulan. 

Untuk gambaran saja, UMK Semarang pada 2020 mencapai Rp 2.715.000 setiap bulannya. Belum lagi, para pekerja yang bisa melebihi target bisa mendapatkan bonus tambahan. 

"Makanya saya merasa kerja itu enak. Saya harus semangat berjuang untuk anak-anak," cerita Wiwik dengan tatapan yang penuh haru. 

Sayangnya, kondisi ekonomi yang semakin tidak menentu akhirnya tempat kerja pertama Wiwik mulai goyah. Akhirnya, dia dan beberapa temannya dialihkan ke PT Restu Sejati Inti Abadi. 

Pabrik produsen rokok merek Bentoel Sejati sebenarnya baru beroperasi empat tahun lalu. Dengan kemampuan yang dimiliki, Wiwik memilih bagian pelinting rokok bersama 260 pekerja lainnya ketimbang bagian pengemasan. 

Baca Juga: Lanjutkan Warisan Keluarga, Shaminudin Mengalap Berkah Dari Ladang Tembakau

"Bagian packing terlalu rumit bagi aku. Dulu pas di Djirak aku juga sempat belajar cuma hasilnya kurang rapi. Kalau ngelinting kan bisa belajar pelan-pelan," tuturnya. 

Meski sudah bertahun-tahun, tetapi Wiwik terus belajar menjadi pelinting yang handal. Walaupun tidak secepat teman-teman pelinting lainnya, tetapi dia berusaha untuk telaten dan mengurangi kesalahan. 

"Sampai saat ini, aku juga masih belajar. Artinya, bagaimana biar papier tidak kotor atau mengira-ngira ukuran rokok agar pas ditimbang ukurannya sudah sesuai standar," jelas wanita kelahiran tahun 1979 ini. 

Dalam sehari Wiwik bisa melinting sekitar 2.000 batang rokok sampai 2.1000 batang rokok. Jumlah itu merupakan minimal rokok yang harus disetorkan oleh para ibu-ibu pelinting. 

Setiap 1.000 batang rokok, para pelinting akan memperoleh upah Rp 48.000. Selain upah hasil melinting, Wiwik juga mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) pada saat Hari Raya Idul Fitri. 

Sebagai pekerja di industri pengolahan tembakau alias rokok, Wiwik dan karyawan di Restu juga memperoleh Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dari pemerintah. 

Baca Juga: Bantoel Khawatirkan Maraknya Rokok Ilegal Pasca Kenaikan Harga Jual Eceran 2025

Pada tahun ini, Wiwik mendapatkan BLT DBHCHT dua kali, yakni pada Juni dan Agustus masing-masing sebesar Rp 600 ribu. Kalau ditotal, dari BLT DBHCHT Wiwik mengantongi Rp 1,2 juta.

Dengan penghasilannya sebagai pelinting Sigaret Kretek Tangan (SKT), dia bisa membantu perekonomian keluarga. Pasalnya, Wiwik juga masih punya kewajiban untuk menyekolahkan si bungsu. 

Si bungsu sedang menempuh pendidikan di SMAN 10 Semarang. Sebagai anak laki-laki satu-satunya di keluar, Wiwik ingin si bungsu juga menempuh pendidikan tinggi seperti sang kakak. 

Sebagai seorang ibu, Wiwik hanya punya satu pesan kepada anak-anaknya.

"Kamu mau jadi apapun, tapi harus jadi sarana dulu. Biar kamu tidak kalah persaingan masalah ilmu."

Dia ingin si bungsu bisa berkuliah di Universitas Diponegoro atau Politeknik Negeri Semarang. Namun semua dikembalikan kepada sang anak, sebagai seorang ibu dia hanya bisa mendukung. 

Baca Juga: Bea Cukai Optimis Target Penerimaan Cukai Rp 244,1 Triliun Tahun Depan Tercapai

Maklum Wiwik harus menguburkan cita-citanya untuk kuliah karena sang ayang tidak memiliki biaya. Karena itu, dia berharap sang anak tidak merasakan apa yang dirinya rasakan. 

"Yang diharapkan orang tua itu apa sih, cuma keberhasilan anak. Itu saja. Enggak pengen yang lebih dikasih. Aku cuma mau lihat anak-anakku bisa, aku senang," ucap Wiwik dengan nada sendu.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto