World Bank ingatkan, China adalah bom waktu



CALIFORNIA. Semua orang tahu bahwa Wall Street tetap menjadi tempat permainan spekulatif yang sebelumnya sempat memicu krisis di tahun 2008. Para bankir dan politisi tidak pernah memetik pelajaran dari sejarah krisis 2008. “Kapitalisme mutan” sudah menghancurkan Amerika dan generasi masa depan, celakanya kejadian tersebut akan terulang kembali.

Sekarang bahkan lebih buruk: gejolak politik di negara-negara Arab, gerakan-gerakan untuk penguasaan Wall Street. Bank-bank di kawasan Eropa, negara-negara besar Eropa, dan mata uang euro semuanya masih berada dalam bahaya.

Ketakutan masih belum berakhir. Utang AS terus menggelembung mencapai angka terbesar yang pernah dicapai. Presiden Bank Sentral Uni Eropa, Mario Draghi, mengumumkan jaringan sosial liberal Eropa telah “hilang”. Sama seperti sindiran memilukan yang diungkapkan Obama, keamanan sosial telah hilang.


Pada waktu Anda berpikir semuanya tidak bisa menjadi lebih buruk, secara mengejutkan World Bank memperingatkan China sedang menuju kebangkrutan. Bayangkan jika China, negara yang memegang lebih dari tiga triliun utang AS, bangkrut. Kita bicara China yang sama yang menjalankan ekonomi seluruh dunia, saat ini seperti perampok besar Wild West di abad ke 19 yang menggunakan uang cadangan devisa dolarnya untuk mendanai perang Amerika yang mahal dan mainan murah.

Tak cukup itu saja, saat ini China juga menggunakan cadangan uang tersebut untuk membeli dan menimbun sumber daya bumi yang besar, kontrak future komoditi dan saham-saham dari seluruh dunia. Benar, China melakukan itu. Masa depan China dibayar dengan biaya masa depan Amerika.

China dan Amerika yang kaya raya sedang menghancurkan diri masing-masing.

Sementara itu, Washington, Wall Street dan Main Street juga sedang terpaku pada drama aneh pemilihan umum 2012, American Idol, dan reality show menarik lainnya yang gagal mempertontonkan kejadian yang terjadi di luar pandangan sempit kita. Padahal laporan dari World Bank memprediksi China sedang menuju kebangkrutan dan bisa melumpuhkan ekonomi global.

Yang paling menarik adalah China diprediksi memiliki skenario kebangkrutan yang pararel dengan kebangkrutan Amerika. Kita tahu bahwa elite kaya raya Amerika tiga dekade lalu punya kekuasaan virtual terhadap kebijakan Washington. Ironisnya, sekarang kapitalisme China yang aneh juga telah menyabotase negara demi orang-orang raya China.

Dalam studi game-changing yang baru saja dirilis oleh Presiden World Bank, Robert Zoellick, kita diperingatkan akan adanya penyebaran krisis.

Penyebab masalah yang dihadapi China persis sama dengan Amerika. Di kedua negara tersebut, kekuatan orang-orang kaya dan para politisi beraliansi menjadi satu. Hal ini akhirnya membuat negara menjadi hancur sendiri. World Bank juga memperingatkan korupsi di beberapa perusahaan BUMN telah menciptakan orang China yang kaya raya yang beraliansi dengan bos partai komunis dan para eksekutif perusahaan.

Dan semuanya tidak memiliki minat untuk mereformasi sistem ekonomi mereka yang timpang. Hal yang sama telah terjadi di Amerika, konspirasi antara orang-orang kaya, para CEO Wall Street, dan politisi Washington.

China atau Amerika? Siapa yang akan menjatuhkan ekonomi dunia?

Zoellick mengingatkan krisis lain akan terjadi ketika anggaran negara-negara berkembang belum sepenuhnya pulih pasca badai keuangan 2008, menambah tekanan terhadap kondisi fiskal mereka. Kenapa tidak ada pemulihan? Alasannya sangat sederhana, karena Wall Street membenci reformasi, menyukai status quo, kapitalisme yang tidak diatur telah membuat mereka kaya.

Tetapi, lihatlah di luar “pantai perlindungan” Amerika. Gelembung perekonomian dari Amerika sudah berubah menjadi gelembung di dunia. Setengah dari anggaran belanja semua negara-negara berkembang mulai memburuk, defisit anggaran pun naik.

“Jika situasi semakin memburuk, pertumbuhan negara berkembang bisa menyusut, harga aset mereka bisa drop dan kredit macet pun meningkat,” ujar Zoellick. Hal ini akan terjadi bersamaan dengan isu nasionalisme dan proteksionisme, dan krisis yang dibuat negara-negara maju yang menghabiskan US$ 75 triliun untuk ekonomi dunia.

Lebih jauh lagi, seperti yang dikatakan Peter Coy dan Rouben Farzard dalam editorial BusinessWeek, bencana saat ini menyerupai kejatuhan 2008, empat tahun lalu replikasi waktu pra-pemilu Amerika Serikat.

Selama krisis di Amerika makin menjadi di tahun 2005-2008, para pemimpin seperti Menteri Keuangan Henry Paulson dan Fed Chairman Ben Bernanke, telah menyesatkan semua orang. Paulson berkata, “Ekonomi terbaik selama kehidupan profesional saya.” Sementara Bernanke berkata, “Krisis pinjaman subprime bisa dijinakkan.”

Sebelum krisis 2008, peringatan diabaikan selama bertahun-tahun

Selama bertahun-tahun sebelum krisis 2008 terjadi di Amerika, tercatat ada sekitar 20 peringatan mengenai bahaya perekonomian yang menggelembung. Yang menonjol, dari Jeremy Grantham seorang manajer keuangan yang mengelola dana US$ 100 juta. Dalam newsletter-nya edisi Juli 2007, Grantham memperingatkan:

“Bubble global pertama yang benar-benar terjadi: dari Indian yang kuno sampai seni China modern; dari Panama ke Mayfair; dari sektor industri kehutanan, infrastruktur, dan dari obligasi junkiest, biasa, sampai blue chip, inilah saatnya gelembung meletus. Semua orang, di mana pun saling menguatkan satu sama lain.. Pecahnya gelembung akan menyebar seluruh negara dan asetnya. Tidak ada kejadian serupa pernah terjadi sebelumnya.”

Sementara itu, Paulson dan Bernanke secara umum tetap mengabaikan peringatan tersebut, sampai pada akhirnya semuanya terlambat.

Pemimpin terjebak dalam penyangkalan sampai semuanya terlambat

Pola ini telah berjalan selama 800 tahun. Lalu mengapa para pemimpin negara mengabaikan peringatan-peringatan yang ada dan gagal memetik pelajaran dari sejarah?

Grantham mengatakan dalam wawancara dengan Barron beberapa tahun lalu: “Mengapa beberapa orang melihat krisis ini datang selama beberapa tahun ke depan? Saya mendeskripsikan hal tersebut seperti menonton kecelakaan kereta api dalam gerak lambat. Kelihatannya, hal itu tidak terelakkan dan tidak kenal ampun. Sementara Bos Merrill Lynch dan Citi dan bahkan Menteri Keuangan Paulson serta Fed Chairman Bernanke tak ada satu pun yang menyadari kedatangannya.”

Grantham mengetahui selama berabad-abad data membuktikan para pemimpin tidak bisa menerima kebenaran dari kondisi memburuknya perekonomian. Mereka senang berbicara hal-hal yang menyenangkan dan pasar yang bullish. Mereka terus hidup dalam penolakan. Mereka pun tidak bisa melihat datangnya krisis sampai semuanya terlambat, meski peringatan sudah ada di mana-mana.

Grantham mengetahui, saat ini para pemimpin negara merupakan tipe manajemen yang fokus pada apa yang mereka lakukan dalam anggaran triwulan dan tahunan, sehingga mereka tidak bisa bersabar. Padahal yang dibutuhkan adalah orang yang memiliki perspektif sejarah, mereka yang bijaksana dan berotak kanan. “Tetapi apa yang kita dapatkan pada akhirnya adalah orang-orang yang berotak-kiri dan para pelaku tanpa pertimbangan,” ujar Grantham.

Sayangnya, dengan para pemimpin di Washington, Wall Street, dan perusahaan-perusahaan di Amerika yang ada sekarang bisa digaransi, setiap kali kita menemukan kejadian luar biasa yang suram yang tidak pernah terjadi dalam sejarah, mereka tak akan bisa melihatnya. Tiga dari empat lusin orang yang berteriak memperingatkan masalah ini aneh selalu diabaikan. Selalu.

Bagaimana jika sejarah tidak memiliki siklus, tiba-tiba cepat, seperti mobil balap

Siklus sejarah telah membawa kebangkrutan ekonomi yang tidak terhindarkan selama 800 tahun, ungkap ekonom Carmen Reinhart dan Ken Rogoff dalam buku klasiknya, “This Time It’s Different: Eight Centuries of Financial Folly.”

Fakta sejarah 800 tahun lalu adalah hal yang menyakitkan, brutal, tak terbantahkan, dan tak terelakkan. Antropolog Jared Diamond mengingatkan siklus ini dalam “Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed,” dan mengingatkan bagaimana peradaban sering jatuh dalam waktu paling tidak dua dekade.

Celakanya, akhir dari tiap permainan sering kali berlangsung makin cepat, sehingga menyergap para pemimpin secara mengejutkan, ungkap Financial Historian Niall Ferguson, penulis buku berjudul “Colossus: The Rise and Fall of The American Empire.” Seperti yang ditulis dalam bukunya:

“Di abad ini, ahli sejarah, ahli teori politik, antropolog, dan masyarakat cenderung memikirkan proses politik secara musiman dan siklus dengan akhir yang panjang”.

Tetapi bagaimana jika sejarah tidak memiliki siklus dan bergerak lambat, tetapi bergerak menyentak. Bagaimana jika sejarah kadang-kadang diam tetapi mampu bergerak cepat tiba-tiba, seperti mobil balap? Bagaimana jika kebangkrutan tidak melewati beberapa abad tetapi datang tiba-tiba, seperti pencuri tengah malam?

Terjebak dalam zona bahaya 800 tahun, mengulang kebodohan yang sama

Peringatan: dunia sedang berada dalam zona bahaya lagi. Akankah Anda tertangkap basah, tanpa persiapan? Seperti Paulson dan Bernanke di tahun 2008.

Ingat, pola sejarah tidak berubah dalam 800 tahun. Siklus itu mutlak. Takdir bangsa pelajaran yang tak pernah dipetik, diabaikan para pemimpin masa depan. Optimistis berlebihan dan pengabaian membuat penggelembungan ekonomi baru. Berdoa untuk saat ini sangat berbeda. Terjebak dalam impian. Ya, China dan Amerika dalam perlombaan mobil balap dan tidak bisa melihat jurang di depan mata. Siapa yang duluan jatuh?

Editor: Djumyati P.