JAKARTA. Bank Dunia memperkirakan inflasi akan meningkat pada tahun 2017. Inflasi harga konsumen diperkirakan akan melonjak dari sebesar 3,5% 2016 menjadi 4,3% pada tahun 2017.Hal ini disebabkan karena beberapa hal. Salah satunya adalah kenaikan tarif listrik dan pajak kendaraan bermotor. Namun demikian, inflasi diproyeksikan akan menurun pada tahun 2018 karena hilangnya efek kenaikan harga.Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, peningkatan laju inflasi yang berkepanjangan karena
administered prices baru-baru ini dapat menimbulkan risiko penurunan yang besar bagi pertumbuhan konsumsi.
Ia melihat, konsumen pada umumnya sensitif terhadap kenaikan harga, terurama harga makanan, dan konsumsi rumah tangga merupakan bagian dominan perekonomian Indonesia. “Jika inflasi tetap tinggi dan lebih lama dari yang diperkirakan, pengeluaran konsumen dapat menurun, yang mengakibatkan pertumbuhan output yang lebih rendah,” katanya dalam acara Indonesia Economic Quarterly, di Energy Building, SCBD, Jakarta, Senin (22/3). Selain itu, Bank Indonesia juga dapat terdorong untuk memperketat kebijakan moneter, yang juga akan meredam pertumbuhan investasi. Pada saat yang sama, penerimaan fiskal juga terus menyebabkan terjadinya risiko penurunan. Pasalnya, penerimaan yang rendah membatasi pengeluaran flskal dan investasi infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Adapun defisit fiskal diproyeksikan juga akan meningkat oleh karena meningkatnya investasi infrastruktur publik. Keseimbangan fiskal pemerintah pusat diproyeksikan sebesar 2,6% dari PDB pada tahun 2017. Angka ini lebih besar dan defisit sebesar 2,4% dalam APBN Pemerintah tahun 2017 yang sudah disetujui. “Diharapkan sebagian akan diimbangi oleh pertumbuhan penerumaan, yang pada gilirannya akan dihasilkan oleh pertumbuhan PDB yang lebih kuat dan dividen dari reformasi kebijakan administrasi dan perpajakan,” ujarnya. Ia juga mengatakan bahwa perubahan yang tak terduga dalam kebijakan moneter AS menimbulkan risiko penurunan. Efeknya adalah keluarnya arus modal dari pasar negara berkembang seperti efek Taper Tantrum yang pernah terjadi karena investor menimbang portfolionya.
“Ketidakpastian atau volatilitas di pasar keuangan dan modal dapat membebani pertumbuhan ekonomi Indonesua dalam jangka menengah,” kata dia. Bank Dunia sendiri memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia akan mencapai 5,2% tahun ini. Sementara itu, PDB Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan hanya 5,3%. Hal ini didorong oleh kenaikan harga beberapa komoditas. "Pada tahun ini pertumbuhan ekonomi mencapai 5%, ini salah satu pertumbuhan ekonomi yang sangat diinginkan oleh banyak negara lain di dunia. Lalu
Current Account Deficit 1,8% dari PDB. Tingkat pengangguran juga turun. Defisit fiskal juga turun. Inflasi juga titik terendah yang pernah dicatat di Indonesia. Tapi ini harus diperhatikan lagi,” ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto